Warga Papua Dukung Penegakan Hukum untuk Memberantas Keberadaan OPM di Papua

Daerah89 views

buletinjubi.com-Suara masyarakat Papua kini semakin tegas dalam mendukung penegakan hukum terhadap kelompok bersenjata yang tergabung dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dukungan ini mencerminkan kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya stabilitas keamanan dan kehidupan damai di tanah kelahiran mereka. Dalam berbagai pernyataan, warga Papua menyatakan bahwa keberadaan OPM justru memperpanjang rantai kekerasan, menghambat pembangunan, dan mengancam keselamatan mereka sendiri.

OPM yang selama ini mengklaim memperjuangkan kemerdekaan Papua, dinilai oleh sebagian besar warga justru menciptakan ketakutan dan memecah belah masyarakat. Aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok ini, mulai dari penyanderaan warga sipil, penembakan aparat, hingga perusakan fasilitas umum, telah membuat banyak masyarakat merasa tidak aman. Dalam kondisi demikian, dukungan terhadap aparat keamanan (TNI/Polri) dan penegakan hukum menjadi pilihan rasional dan sah bagi warga yang mendambakan kedamaian.

Beberapa waktu terakhir, di sejumlah daerah di Papua, masyarakat secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap pemerintah dan aparat keamanan dalam upaya menumpas kelompok separatis bersenjata. Di Kabupaten Puncak, warga menggelar doa bersama dan deklarasi dukungan terhadap operasi penegakan hukum yang dilakukan TNI-Polri untuk menjaga ketertiban di wilayah mereka.

“Kami ingin hidup tenang. Kami ingin anak-anak kami bisa sekolah tanpa takut. Kami tidak ingin lagi menjadi tameng atau korban kekerasan dari OPM,” ungkap Yohanes Telenggen, tokoh masyarakat di Distrik Ilaga, Jumat (25/4/2025).

Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Intan Jaya, di mana tokoh adat, tokoh agama, serta pemuda menyatakan bahwa tindakan OPM selama ini tidak mewakili kehendak rakyat Papua secara keseluruhan. Menurut mereka, mayoritas masyarakat Papua lebih menginginkan hidup damai dan terlibat dalam pembangunan, daripada terus-menerus terjebak dalam konflik bersenjata yang tak berujung.

Dalam beberapa tahun terakhir, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh OPM menunjukkan kecenderungan yang semakin brutal. Kelompok ini tidak segan-segan menyasar warga sipil yang dianggap tidak sejalan dengan perjuangan mereka. Guru, tenaga medis, pekerja proyek pembangunan, bahkan pendeta dan tokoh adat yang menyerukan perdamaian, menjadi sasaran kekerasan.

Fasilitas pendidikan dan kesehatan dibakar, warga dipaksa memberikan dukungan logistik, dan jalur transportasi diputus. Dalam beberapa kasus, anggota OPM memanfaatkan rumah-rumah ibadah atau pemukiman warga sebagai markas persembunyian, yang tidak hanya mengorbankan keselamatan masyarakat, tetapi juga menodai nilai-nilai budaya dan agama yang dijunjung tinggi.

“Saya sudah tidak bisa lagi tinggal di kampung halaman karena takut. Kelompok bersenjata sering datang meminta makanan dan mengancam keluarga saya,” ujar Maria Enumbi, pengungsi asal Nduga yang kini menetap di Jayapura.

Tindakan-tindakan seperti ini memperjelas bahwa OPM telah menjelma menjadi ancaman nyata terhadap keamanan dan hak asasi masyarakat Papua sendiri. Oleh karena itu, penegakan hukum terhadap kelompok ini menjadi penting demi keselamatan bersama.

Tokoh-tokoh adat dan agama memainkan peran strategis dalam meredakan konflik dan memperkuat persatuan masyarakat Papua. Dalam banyak kesempatan, para tokoh ini mengajak warga untuk menjauhi kekerasan dan mendukung penyelesaian damai di bawah naungan NKRI.

Pendeta Markus Douw, salah satu tokoh gereja di Kabupaten Jayawijaya, menyatakan bahwa kekerasan bukanlah jalan yang benar. “Kami, tokoh agama, percaya bahwa perdamaian adalah jalan terbaik. Kita harus mendukung upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas. OPM sudah terlalu sering menciptakan penderitaan, bukan solusi,” tegasnya dalam sebuah diskusi lintas iman yang digelar awal bulan ini.

Hal senada diungkapkan oleh Ketua Lembaga Adat La Pago, Antonius Murib, yang menegaskan bahwa Papua tidak bisa maju jika terus berada dalam bayang-bayang ancaman kekerasan. Ia menyatakan bahwa masyarakat adat kini lebih fokus pada pendidikan, pertanian, dan pembangunan ekonomi lokal.

“Kami ingin generasi muda kami punya masa depan yang baik. Itu tidak bisa terjadi kalau kita terus hidup dalam konflik,” katanya.

Dukungan masyarakat Papua terhadap aparat keamanan juga disertai dengan harapan agar aparat bertindak secara tegas, terukur, dan profesional dalam menghadapi ancaman OPM. Penegakan hukum yang dilakukan harus tetap mengedepankan prinsip hak asasi manusia, serta membedakan secara jelas antara masyarakat sipil dan kelompok bersenjata.

Kolaborasi antara TNI/Polri dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam meredam konflik di Papua. Di berbagai tempat, seperti di Distrik Kenyam dan Distrik Sugapa, sinergi ini telah membuahkan hasil. Warga memberikan informasi kepada aparat mengenai aktivitas kelompok bersenjata di sekitar mereka, dan aparat memberikan jaminan perlindungan kepada warga yang melapor.

Pada akhirnya, suara mayoritas warga Papua sangat jelas: mereka ingin hidup damai. Mereka ingin keluar dari bayang-bayang ketakutan, dari lingkaran kekerasan yang terus membelenggu generasi muda Papua. Mereka ingin pembangunan, pendidikan, dan akses terhadap pelayanan dasar. Semua itu tidak akan bisa terwujud jika ancaman OPM terus dibiarkan.

Dukungan masyarakat terhadap penegakan hukum terhadap OPM merupakan refleksi dari harapan untuk masa depan Papua yang lebih baik kedepannya.