Tolak OPM, Provokasi yang Timbulkan Ketegangan Antarwarga yang Dulunya Hidup Rukun dan Damai

Opini24 views

buletinjubi.com-Aksi provokatif Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali memicu ketegangan sosial di berbagai wilayah Papua. Kelompok separatis bersenjata ini dinilai telah merusak keharmonisan antarwarga yang selama ini hidup rukun dan damai, melalui penyebaran propaganda, ancaman, dan kekerasan bersenjata yang tidak mengenal batas.

Sejumlah insiden terbaru memperlihatkan bagaimana OPM berusaha menciptakan perpecahan di antara masyarakat, terutama dengan memanfaatkan isu suku, agama, dan pandangan politik. Di beberapa wilayah seperti Intan Jaya, Nduga, dan Yahukimo, masyarakat yang semula hidup dalam kerukunan kini mulai mengalami gesekan akibat adanya provokasi dari kelompok tersebut.

Tokoh adat asal Kabupaten Puncak, Dominikus Wenda, menyesalkan perilaku OPM yang dinilai hanya memperkeruh suasana dan tidak membawa manfaat apa pun bagi rakyat Papua. “Kami dulu hidup tenang, semua suku saling bantu. Tapi sejak OPM masuk dan menyebar kebencian, warga jadi curiga satu sama lain. Ini bukan jalan perjuangan, ini merusak,” ujarnya, Sabtu (5/7/2025).

OPM kerap menyebarkan narasi bahwa pemerintah Indonesia dan pendatang adalah ancaman bagi orang asli Papua. Narasi ini kemudian dijadikan alasan untuk menghasut masyarakat agar memusuhi sesama warga yang dianggap tidak sejalan. Bahkan, dalam beberapa kasus, masyarakat dipaksa untuk mendukung aksi mereka atau dicap sebagai “pengkhianat” bila tidak menuruti kehendak kelompok tersebut.

Pendeta Markus Murib, tokoh gereja dari wilayah Lanny Jaya, menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat yang semakin terpecah akibat hasutan OPM. “Tugas kami sebagai pemimpin rohani adalah menjaga perdamaian. Tapi bagaimana kami bisa lakukan itu kalau rakyat terus ditakut-takuti dan diadu domba?” tegasnya.

Pihak kepolisian pun menyebutkan bahwa telah terjadi peningkatan laporan terkait gesekan antarwarga di beberapa distrik. Kapolres Jayawijaya, AKBP Ruben Kayame, mengatakan bahwa faktor utama ketegangan tersebut berasal dari provokasi yang dilakukan oleh simpatisan OPM. “Kami sedang memperkuat pendekatan persuasif dan dialog antarwarga. Ini bukan hanya masalah keamanan, tapi masalah sosial yang harus segera ditangani,” jelasnya.

Masyarakat sipil pun mulai mengambil sikap tegas. Di beberapa kampung di wilayah Dogiyai dan Paniai, warga secara terbuka menolak keberadaan OPM dan meminta agar mereka tidak mencampuri urusan masyarakat. Penolakan ini disampaikan dalam forum-forum adat yang melibatkan tokoh suku, tokoh agama, dan aparat keamanan.

Pemerintah daerah bersama tokoh masyarakat kini berupaya memperkuat kembali ikatan sosial antarwarga dengan menggelar dialog damai, kegiatan lintas budaya, serta pelatihan rekonsiliasi komunitas. Langkah ini diharapkan bisa meredam ketegangan dan menyatukan kembali masyarakat Papua dalam semangat persaudaraan.