Tokoh Agama, Warga Sipil, dan Anak Sekolah Kembali Jadi Sasaran Kekerasan OPM di Intan Jaya

Daerah19 views

Situasi keamanan di Kabupaten Intan Jaya kembali memanas akibat aksi brutal yang dilakukan oleh kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dalam insiden terbaru, kelompok tersebut kembali menyasar tokoh agama, warga sipil, hingga anak-anak sekolah yang tidak memiliki keterkaitan apa pun dengan konflik bersenjata. Aksi keji ini kembali mempertegas bahwa OPM tidak memiliki batas moral dalam menjalankan teror mereka.

Menurut laporan warga setempat, aksi kekerasan terjadi di beberapa titik di Distrik Sugapa dan sekitarnya. Salah satu korban yang menjadi sorotan adalah seorang pendeta yang diketahui aktif membimbing jemaat di wilayah pedalaman. Ia disergap dan dianiaya oleh sekelompok orang bersenjata saat dalam perjalanan menuju gereja.

“Pendeta kami tidak pernah terlibat dalam politik atau militer. Ia hanya mengajarkan kasih dan damai kepada masyarakat. Tapi mengapa dia yang menjadi korban? Ini sungguh biadab,” ujar Antonius Sondegau, tokoh masyarakat Sugapa, Kamis (3/72025).

Selain itu, dua warga sipil lainnya dilaporkan mengalami luka tembak ketika kelompok OPM melakukan penyerangan di sekitar pemukiman penduduk. Bahkan lebih mengerikan, sekelompok anak sekolah dilaporkan dipaksa untuk turun dari kendaraan yang membawa mereka ke sekolah, lalu diintimidasi dengan todongan senjata. Aksi ini tidak hanya mengganggu pendidikan, tetapi juga meninggalkan trauma mendalam bagi anak-anak tersebut.

Tokoh agama dari Intan Jaya, Pdt. Benius Wakey, mengecam keras aksi tersebut dan menyebut bahwa kelompok OPM telah kehilangan arah perjuangannya. “Kalau benar mereka berjuang untuk hak-hak Papua, seharusnya mereka lindungi rakyat, bukan justru membunuh dan meneror rakyatnya sendiri. Ini adalah bentuk penistaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan agama,” katanya.

Kekerasan yang menyasar warga sipil dan kelompok rentan seperti anak-anak dan pemuka agama memperlihatkan wajah asli dari gerakan separatis yang dipimpin OPM. Jauh dari semangat perjuangan, mereka justru bertindak seperti organisasi kriminal bersenjata yang memaksakan kehendak dengan teror.

Tokoh pemuda lokal, Yosep Murib, menyayangkan bahwa masih ada pihak-pihak yang memberi simpati kepada OPM dari luar Papua. “Mereka tidak tahu seperti apa penderitaan kami di sini. Anak-anak takut ke sekolah, orang tua takut berkebun, pendeta pun tak luput dari ancaman. Apa ini bentuk perjuangan? Ini adalah teror, dan harus dihentikan,” tegasnya.

Masyarakat berharap pemerintah dan aparat keamanan segera menindak tegas kelompok-kelompok separatis bersenjata yang terus merusak ketenangan warga Papua. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa kekerasan yang dilakukan oleh OPM bukanlah bentuk perjuangan, melainkan pelanggaran hak asasi manusia yang nyata.