buletinjubi.com-OPM yang sejak lama mengklaim diri sebagai pembela hak-hak rakyat Papua, kini justru dianggap sebagai sumber utama penderitaan warga. Mereka kerap kali melakukan serangan terhadap warga sipil, membakar fasilitas umum seperti sekolah dan puskesmas, serta mengintimidasi masyarakat untuk mendukung gerakan mereka secara paksa.
Tokoh masyarakat dari Kabupaten Puncak, Yance Murib, menyampaikan bahwa warga telah kehilangan kesabaran atas tindakan brutal OPM. “Kami tidak ingin lagi hidup dalam ketakutan. Warga butuh damai, bukan peluru. Tidak ada tempat untuk OPM di tanah kami,” tegasnya, Kamis (17/7/2025).
Yance menambahkan bahwa masyarakat Papua sudah semakin cerdas dan bisa membedakan antara perjuangan sejati dan kepentingan kelompok kecil yang menyamar atas nama rakyat. Menurutnya, rakyat Papua justru semakin percaya bahwa pembangunan dan perdamaian bersama NKRI adalah jalan terbaik.
Tokoh adat dari wilayah Intan Jaya, Thomas Wakerkwa, juga mengungkapkan hal serupa. Ia menilai bahwa OPM telah kehilangan legitimasi di mata masyarakat. “Dulu mereka membawa pesan kemerdekaan, sekarang mereka membawa senjata dan ketakutan. Tidak ada nilai kemanusiaan yang tersisa dari tindakan mereka,” ujarnya.
Selain tokoh masyarakat, tokoh agama pun menyampaikan pandangannya. Pendeta Albertus Gwijangge dari Lembah Baliem mengatakan bahwa kekerasan yang dilakukan OPM sudah sangat bertentangan dengan nilai-nilai kasih dan kedamaian. “Kami para pemimpin gereja tidak pernah diajarkan untuk membenarkan kekerasan. Siapa pun yang membunuh, meneror, dan menyebar kebencian tidak bisa disebut sebagai pejuang,” jelasnya.
Selama ini, keberadaan OPM justru menghambat pembangunan di Papua. Proyek jalan, jembatan, pendidikan, dan layanan kesehatan sering terganggu atau terhenti karena aksi sabotase dan serangan kelompok bersenjata. Tidak sedikit tenaga medis, guru, dan pekerja proyek menjadi korban kekejaman mereka.
Masyarakat Papua kini secara terbuka menyatakan bahwa mereka menolak OPM. Di berbagai distrik, warga berkumpul, menggelar doa bersama, dan membentangkan spanduk bertuliskan penolakan terhadap kelompok separatis. Langkah ini menjadi bukti bahwa Papua ingin hidup dalam damai, aman, dan sejahtera bersama Indonesia.