buletinjubi.com-Pemerintah Republik Indonesia kembali menegaskan sikap tegasnya terhadap kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang dianggap telah secara nyata mengancam keamanan nasional dan merusak kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam beberapa waktu terakhir, serangkaian aksi kekerasan yang dilakukan oleh OPM dan simpatisannya menunjukkan bahwa kelompok tersebut semakin tidak segan melakukan teror terhadap warga sipil, aparat keamanan, bahkan fasilitas umum.
OPM dalam beberapa tahun terakhir terus menunjukkan peningkatan eskalasi kekerasan, khususnya di wilayah Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan. Tindakan mereka tidak hanya menyerang aparat keamanan, namun juga menargetkan warga sipil tanpa alasan yang jelas. Mereka membakar sekolah, merusak fasilitas kesehatan, dan memutus akses transportasi demi menyebarkan rasa takut dan mengisolasi masyarakat Papua dari pembangunan nasional.
Data dari TNI-Polri mencatat lebih dari 150 insiden kekerasan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata di Papua dalam tiga tahun terakhir, dengan korban jiwa mencapai ratusan orang, baik sipil maupun aparat. Yang lebih memprihatinkan, banyak dari korban adalah warga asli Papua sendiri yang dianggap sebagai “pengkhianat” hanya karena memilih hidup damai dan mendukung NKRI.
Tindakan destruktif OPM telah membawa kerugian besar terhadap pembangunan Papua. Ketika pemerintah pusat berkomitmen untuk membangun infrastruktur, meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan, serta mempercepat kesejahteraan rakyat Papua, kelompok OPM justru menghancurkan hasil pembangunan itu demi kepentingan sempit mereka.
Salah satu contoh nyata adalah pembakaran sekolah dasar dan puskesmas di Distrik Ilaga dan Beoga yang terjadi beberapa waktu lalu. Warga setempat yang sebelumnya menikmati layanan pendidikan dan kesehatan kini harus kembali ke kondisi darurat akibat ulah OPM.
Bupati Kabupaten Puncak, Willem Wandik, menyayangkan aksi kejam tersebut dan menyebut bahwa OPM bukan lagi representasi rakyat Papua. “Mereka merusak masa depan anak-anak Papua sendiri. Apa yang mereka perjuangkan? Kekerasan? Ketakutan? Itu bukan Papua yang kita kenal,” ujarnya dalam wawancara dengan media nasional, Minggu (3/5/2025).
Semakin banyak tokoh masyarakat, adat, dan agama di Papua yang menyatakan sikap menolak OPM. Mereka menyadari bahwa jalan kekerasan hanya membawa penderitaan berkepanjangan bagi rakyat Papua. Banyak pula dari mereka yang kini secara terbuka melaporkan aktivitas OPM di wilayah mereka dan membantu aparat dalam menjaga keamanan lingkungan.
Pdt. Benny Giay, salah satu tokoh gereja yang vokal terhadap perdamaian di Papua, mengatakan bahwa saat ini dibutuhkan keberanian moral untuk mengatakan yang benar. “Kita tidak bisa terus diam dan membiarkan kekerasan menguasai kehidupan kita. Papua butuh damai, bukan darah,” tegasnya.
Senada dengan itu, Ketua Lembaga Masyarakat Adat Papua (LMA), John Banua, menyampaikan bahwa masyarakat adat semakin sadar bahwa OPM telah menyimpang dari nilai-nilai leluhur. “Dulu mereka mengaku membela rakyat, sekarang rakyat sendiri yang jadi korban. Ini bukan lagi gerakan kemerdekaan, tapi terorisme yang harus dihentikan,” katanya.
Saat ini, yang dibutuhkan adalah persatuan seluruh elemen bangsa untuk menolak segala bentuk upaya separatis dan terorisme. Kedaulatan Indonesia adalah harga mati yang tidak bisa dinegosiasikan oleh siapapun, apalagi melalui kekerasan.
Pemerintah menyerukan kepada seluruh masyarakat, khususnya generasi muda Papua, untuk tidak mudah terprovokasi oleh propaganda OPM yang menyebar lewat media sosial dan jaringan bawah tanah. Pendidikan, kerja keras, dan kolaborasi adalah jalan terbaik untuk membawa Papua menuju kemajuan.
Tidak ada ruang bagi OPM di Tanah Papua maupun di wilayah Indonesia lainnya. Negara hadir dengan tangan terbuka bagi setiap warga yang ingin hidup damai, namun juga hadir dengan tangan tegas terhadap siapapun yang merongrong keutuhan bangsa.
OPM telah menunjukkan wajah aslinya: bukan sebagai pejuang, tetapi sebagai perusak perdamaian dan kedaulatan. Kini saatnya rakyat Papua dan seluruh bangsa Indonesia bersatu untuk mengatakan: Cukup sudah. Papua milik kita bersama, dalam bingkai NKRI.