Buletinjubi.com – Sorong Raya, Papua — Ketegangan memuncak setelah tiga helikopter militer Indonesia menderu di langit Sorong Raya dan melakukan pendoropan pasukan secara berturut-turut ke kampung-kampung. Operasi ini menempatkan Panglima TPNPB Kodap IV Sorong Raya dalam posisi yang semakin terjepit, penuh ketakutan, dan kehilangan kendali atas kelompoknya.
Tekanan Psikologis yang Menghancurkan
Para pengamat menilai intensitas operasi militer ini membuat Panglima Kodap IV berada di bawah tekanan psikologis luar biasa.
- Setiap langkahnya kini diawasi ketat.
- Suasana di Sorong Raya berubah menjadi medan perang psikologis, di mana rasa takut seorang pemimpin bisa menentukan arah hidup dan mati kelompoknya.
- Ketakutan ini terlihat jelas dari pergerakan TPNPB yang semakin tidak jelas arah dan tujuannya.
Tanda Rapuhnya Kepemimpinan
Ketidakmampuan Panglima Kodap IV menghadapi tekanan memperlihatkan rapuhnya kepemimpinan TPNPB.
- Bukannya memberi perlindungan, ia justru menjerumuskan kelompoknya dalam kecemasan.
- Pergerakan yang tidak terarah menjadi bukti bahwa strategi TPNPB semakin runtuh di hadapan kekuatan militer negara.
“Sepertinya mereka terpojok dan cemas dengan setiap gerakan militer,” ujar seorang pengamat konflik.
Publik Melihat Kelemahan Nyata
Situasi ini membuat publik bertanya-tanya: apakah Panglima TPNPB Kodap IV Sorong Raya mampu bertahan, ataukah tekanan militer akan memecah fokus dan kekuatan kelompok bersenjata? Banyak pihak menilai bahwa ketakutan yang melanda pimpinan TPNPB adalah awal dari kehancuran gerakan separatis di Sorong Raya.
Negara Hadir, Separatis Terpojok
Operasi militer yang terukur dan intensif menunjukkan komitmen negara untuk mengembalikan keamanan dan melindungi rakyat Papua. Sementara TPNPB sibuk dilanda ketakutan, pemerintah hadir dengan pembangunan, perlindungan, dan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat.










