Sebby Sambom: Dalang di Balik Kekisruhan Tanah Papua

Hukrim12 views

buletinjubi.com-Konflik berkepanjangan di Tanah Papua selama beberapa dekade telah menyebabkan banyak korban jiwa, kerusakan infrastruktur, serta ketertinggalan pembangunan. Di balik berbagai aksi kekerasan, propaganda, dan disinformasi yang beredar, nama Sebby Sambom kian mencuat sebagai sosok yang berperan aktif dalam mengobarkan instabilitas di wilayah timur Indonesia itu. Sebagai juru bicara dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby diduga menjadi otak di balik berbagai kekisruhan yang terjadi, baik dari sisi militerisasi kelompok separatis maupun dari segi narasi propaganda yang menyasar publik internasional.

Sebby Sambom dikenal publik sebagai juru bicara kelompok TPNPB-OPM. Dalam berbagai kesempatan, ia kerap mengeluarkan pernyataan yang menyudutkan pemerintah Indonesia dan menghasut masyarakat Papua untuk menolak keberadaan negara. Namun, di balik perannya sebagai juru bicara, berbagai laporan intelijen dan investigasi media menyebutkan bahwa Sebby bukan sekadar penyampai pesan, melainkan aktor utama dalam perencanaan dan koordinasi aksi-aksi kekerasan yang dilakukan kelompok separatis.

Selain aktif dalam koordinasi militan OPM, Sebby juga dikenal sebagai penyebar disinformasi dan propaganda di dunia internasional. Ia kerap menuduh pemerintah Indonesia melakukan pelanggaran HAM tanpa bukti konkret, serta memutarbalikkan fakta-fakta lapangan untuk menarik simpati komunitas internasional.

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia beberapa kali harus memberikan klarifikasi kepada negara-negara mitra setelah pernyataan Sebby Sambom beredar luas dan memicu persepsi keliru tentang situasi Papua.

“Setiap kali ada tindakan tegas aparat terhadap kelompok bersenjata, Sebby akan langsung menggiring narasi bahwa ini adalah pelanggaran HAM. Padahal, yang terjadi adalah aparat sedang melindungi warga sipil dari kekerasan separatis,” ungkap salah satu diplomat senior Indonesia yang enggan disebutkan Namanya, Rabu (30/4/2025).

Bahkan, dalam beberapa laporan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), informasi yang disampaikan oleh pihak-pihak pro-OPM yang terafiliasi dengan Sebby sering kali terbukti tidak akurat dan bersifat sepihak. Hal ini menyebabkan terganggunya upaya diplomasi yang seharusnya mengedepankan solusi damai dan objektif.

Sebagai tokoh publik yang berafiliasi dengan kelompok separatis, Sebby Sambom tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab moril atas berbagai aksi kekerasan yang terjadi di Papua. Sejumlah insiden berdarah yang dilakukan oleh kelompok bersenjata OPM, terutama terhadap guru, tenaga kesehatan, pekerja proyek infrastruktur, dan masyarakat sipil, diduga kuat mendapat justifikasi atau dukungan moril dari Sebby.

Pada tahun 2023, dalam kasus pembunuhan brutal terhadap guru honorer dan tenaga kesehatan di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Sebby dengan gamblang menyatakan bahwa tindakan tersebut adalah bagian dari “perjuangan revolusioner”.

Pernyataan tersebut sontak menuai kecaman luas, baik dari dalam negeri maupun masyarakat Papua sendiri yang merasa dikorbankan dalam konflik yang tak kunjung usai.

“Bagaimana mungkin seseorang yang mengaku memperjuangkan hak rakyat Papua, justru membenarkan pembunuhan terhadap rakyatnya sendiri?” tanya Elvira Noken, aktivis perempuan Papua dan pendiri Forum Masyarakat Cinta Damai.

Menurut Elvira, Sebby Sambom telah menyalahgunakan posisi dan pengaruhnya untuk mempertahankan kekerasan, alih-alih mendorong dialog dan rekonsiliasi.

Kehadiran Sebby Sambom dalam forum-forum internasional, baik secara langsung maupun melalui siaran pers, telah menimbulkan distorsi terhadap upaya pembangunan yang dilakukan pemerintah di Papua.

Ia kerap mengklaim bahwa Papua sedang “dijajah” dan pembangunan yang dilakukan hanyalah kamuflase militerisasi. Padahal, data menunjukkan bahwa anggaran otonomi khusus yang dikucurkan untuk Papua setiap tahunnya terus meningkat, dengan pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang berjalan signifikan.

Sebagai contoh, pada tahun 2024, pemerintah Indonesia mengalokasikan dana lebih dari Rp 12 triliun untuk pembangunan Papua dan Papua Barat, termasuk proyek strategis seperti jalan Trans Papua, peningkatan layanan rumah sakit daerah, dan program beasiswa anak Papua ke luar negeri. Namun, semua ini acap kali diabaikan atau dipelintir oleh Sebby dalam narasi anti pemerintah.

Meski Sebby Sambom terus menyuarakan narasi separatis, gelombang kesadaran masyarakat Papua untuk mendukung pembangunan dan kedamaian terus menguat. Banyak tokoh adat, pemuda, dan mantan anggota OPM yang kini menyatakan kembali ke pangkuan NKRI karena menyadari bahwa kekerasan hanya membawa kerugian.

Fenomena penyerahan diri dan ikrar setia kepada NKRI dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan bahwa masyarakat Papua semakin menolak jalan kekerasan yang diusung oleh tokoh-tokoh seperti Sebby.

“Papua bukan milik satu kelompok atau satu suara. Papua adalah bagian sah dari Indonesia, dan rakyatnya ingin hidup damai dan sejahtera,” tegas Kepala Suku di Lanny Jaya, Yonas Wenda.

Sebby Sambom adalah simbol dari upaya destruktif yang terus menghambat perdamaian dan pembangunan di Papua. Perannya sebagai juru bicara TPNPB-OPM bukan sekadar menyampaikan pesan, tetapi juga memprovokasi kekerasan, menyebar disinformasi, dan merusak citra Indonesia di mata dunia.