Buletinjubi.com – Pegunungan Tengah, Papua — Di balik rimbunnya hutan Papua, sebuah suara lirih menggema. Seorang anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang telah bertahan di pedalaman selama berbulan-bulan menyuarakan kelelahan yang mendalam.
“Sampai kapan kami sembunyi, Jenderal? Kami juga ingin hidup seperti manusia biasa,” ucapnya kepada awak media melalui perantara warga lokal.
Pria yang meminta identitasnya dirahasiakan itu mengaku telah kehilangan banyak rekan akibat pertempuran, kelaparan, dan konflik internal. Ia menyebut bahwa sebagian anggota kelompoknya mulai kehilangan semangat berperang dan mempertimbangkan untuk menyerahkan diri kepada aparat keamanan (Apkam).
“Bertahun-tahun kami hidup di hutan, makan seadanya, takut setiap kali dengar suara helikopter. Kami sudah lelah. Tidak ada makanan, tidak ada obat. Banyak yang sakit, banyak yang ingin pulang, dan banyak yang saling bunuh di hutan. Teman sendiri bisa jadi musuh karena lapar dan curiga,” tuturnya.
Realitas Konflik yang Melelahkan
Aparat keamanan membenarkan bahwa dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah anggota OPM telah berupaya keluar dari hutan dan menyerahkan diri. Namun prosesnya tidak mudah. Masih ada kelompok yang bertahan dan menolak berhenti berjuang, meski kondisi di lapangan semakin berat.
Pemerintah daerah dan tokoh gereja disebut tengah berupaya membuka jalur komunikasi untuk mendorong penyelesaian damai. Di tengah kelaparan dan ketakutan, suara dari hutan itu menjadi simbol kelelahan panjang sebuah konflik yang belum juga menemukan ujungnya.
Harapan di Tengah Kabut
Kisah ini membuka mata bahwa konflik bersenjata bukan hanya soal ideologi, tetapi juga soal kehidupan manusia yang terjebak dalam ketidakpastian. Di balik senjata dan perlawanan, ada rasa lapar, ada rasa takut, dan ada kerinduan untuk pulang.
Negara, melalui pendekatan humanis dan kolaborasi lintas sektor, diharapkan mampu menghadirkan solusi yang tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga mengembalikan harapan dan kemanusiaan bagi mereka yang ingin kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.










