Program MBG Berikan Secercah Harapan bagi Generasi Muda di Papua

buletinjubi.com-Sebuah mobil boks berwarna silver parkir di halaman SMPN 3 Kwawi, sekolah menengah yang terletak di pinggir Teluk Doreri di Distrik Manokwari Timur.

Dari mobil tersebut, seorang personel Kodim 1801/Manokwari dibantu guru-guru, kemudian menurunkan ratusan piring sekat berbahan stainless steel untuk dikumpulkan di ruang perpustakaan sekolah.

Sebanyak 355 piring sekat tersebut kemudian dibagikan ke anak-anak murid tepat di jam istirahat pukul 11.00 WIT.

Perwakilan 2-3 anak dari masing-masing kelas mengambil piring sekat tersebut untuk dibagikan kepada teman kelasnya.

Setelah berdoa bersama, mereka kemudian membuka tutup piring sekat itu dan tampaklah hidangan dengan menu yang sederhana.

Nasi putih dengan ukuran sedikit lebih besar dari genggaman orang dewasa, ikan kuah kuning, satu telur rebus, dan satu buah jeruk.

Meski cukup sederhana, namun hidangan tersebut langsung dilahap habis oleh para siswa dari masing-masing tempat duduknya.

Lukas, salah satu murid di kelas 8, mengaku sangat bersyukur sekolahnya bisa tersentuh program makan bergizi gratis (MBG).

Meski tidak terlalu memuaskan rasa kenyang, setidaknya makanan gratis itu bisa menghilangkan rasa laparnya, sehingga bisa menjaga semangat belajar hingga siang hari.

Sebagai anak seorang nelayan, ia dididik untuk lebih mandiri, karena orang tuanya tidak pernah memberinya sarapan di rumah. Hal itu juga dirasakan oleh sebagian besar teman-temannya.

Jangankan mendapat sarapan, kadang ayahnya pergi mengadu nasib di lautan mencari ikan berhari-hari, sedangkan ibunya sejak pagi buta selalu sibuk berjualan ikan di pasar.

Uang saku yang diterimanya juga tidak menentu, kadang sehari Rp5.000, kadang sehari Rp10.000, bahkan lebih seringnya tidak mendapat uang saku sama sekali. Ia mengandalkan simpanan uang kembalian yang selalu diselipkan di tasnya.

Tentu, uang Rp10.000 untuk kebutuhan belanja di Papua tidaklah banyak. Uang itu hanya cukup membeli air minum dan jajanan ala kadarnya, tidak bisa untuk membeli makanan berat.

“Kalau dapat uang saku, saya biasanya buat beli pentolan atau es nutrisari, sisanya saya simpan, kadang seribu kadang dua ribu, jaga-jaga kalau tidak dapat uang saku. Kalau uang sudah habis, saya minta uang sampai menangis-menangis,” kata Lukas, bercerita kepada awak media.

Namun, sejak ada pemberian MBG, sekarang dirinya lebih tenang karena tidak lagi merasakan lapar saat harus mengikuti pelajaran hingga pukul 14.00 WIT.

Uang saku yang diterimanya juga bisa ditabung dengan harapan bisa digunakan untuk membeli barang-barang keperluan lainnya, seperti sepatu basket idamannya.

Pemberian makan bergizi gratis menjadi secercah harapan untuk perbaikan kualitas pendidikan di Papua Barat, khususnya Manokwari.

Pimpinan sekolah menyatakan hal yang serupa, dimana MBG tidak hanya bermanfaat memberikan gizi pada siswa, tapi juga, bahkan mengubah perilaku para siswa.

Wakil Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Kwawi Manokwari Suyadi yang juga menjadi penanggung jawab MBG di sekolah tersebut mengatakan dampak langsung MBG yang dirasakan adalah tingkat kehadiran siswa.

Dari total siswa di sekolahnya yang berjumlah 438 anak, 80 persen adalah anak orang asli Papua (OAP), sehingga pemberian MBG sangat berdampak, karena sebagian besar dari tidak sarapan dari rumah.

Pemberian MBG sangat berdampak pada anak didiknya karena biaya jajan para siswa sudah tergantikan dengan makan yang lebih steril dan sehat dibanding jajanan yang dijual di sekitar sekolah.

Siswanya tinggal membawa minum karena air minum tidak disediakan dalam paket MBG.

Apalagi menu yang dihidangkan di sekolah cukup bervariasi dan bahkan, terkadang lauknya tidak hanya satu, seperti ikan dan telur, atau ayam dan telur. Selain itu juga disediakan buah-buahan.

Karena itu, pemimpin sekolah berharap program ini tidak hanya berjalan tahun ini, tapi bisa terus ada di tahun-tahun mendatang.

Sementara Kepala SMAN 1 Manokwari Lucinda Patricia Mandobar bersyukur karena sekolahnya bisa tersentuh program MBG, bahkan satu-satunya SMA di Manokwari yang tersentuh program MBG sejak tanggal 13 Januari 2025

Anak didiknya yang berjumlah 1.501 siswa, lebih dari separuhnya adalah anak-anak dari keluarga tidak mampu, sehingga terkadang mereka tidak diperhatikan pola makannya.

Setelah berjalannya program MBG, anak didiknya semakin rajin dan semakin bersemangat belajar, terutama saat siang hari.

Berdasarkan laporan dari guru piket, saat ini sudah jarang sekali murid yang izin pulang alasan sakit maag saat siang hari atau mengeluh lambung sakit karena lapar.