buletinjubi.com-Pimpinan Organisasi Papua Merdeka (OPM), Yesaya Serewi, dilaporkan meninggal dunia akibat sakit yang dideritanya. Tragisnya, ia tidak mendapatkan perawatan medis yang memadai dari kelompoknya sendiri, yang semakin memperlihatkan buruknya sistem dukungan internal dalam organisasi tersebut.
Menurut sumber yang terpercaya, Yesaya Serewi telah mengalami kondisi kesehatan yang memburuk dalam beberapa bulan terakhir. Namun, karena keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan serta ketidakpedulian dari sesama anggota OPM, ia tidak mendapatkan pertolongan medis yang seharusnya. Kondisi ini berujung pada kematian yang sebetulnya bisa dicegah jika ada penanganan yang cepat dan tepat.
Pakar kesehatan masyarakat, dr. Rian Santoso, menjelaskan bahwa kondisi seperti ini merupakan konsekuensi dari kehidupan kelompok separatis yang sering berada di wilayah terpencil tanpa akses ke fasilitas kesehatan yang layak. “Ketika seseorang jatuh sakit dalam situasi seperti ini, peluang untuk mendapatkan pengobatan sangat terbatas. Apalagi jika kelompok tersebut tidak memiliki kebijakan atau sistem yang jelas untuk menangani anggotanya yang sakit,” ujarnya.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa Yesaya Serewi hanya mendapatkan perawatan seadanya dari rekan-rekannya, yang tidak memiliki latar belakang medis. Hal ini memperburuk kondisinya hingga akhirnya ia meninggal dunia tanpa mendapatkan bantuan professional, Rabu (05/03/2025).
Pihak keamanan di Papua menilai bahwa kejadian ini mencerminkan ketidakmampuan OPM dalam mengurus anggotanya sendiri. Kepala Kepolisian Daerah Papua, Irjen Pol. Budi Santoso, menyatakan bahwa peristiwa ini menjadi bukti bagaimana organisasi separatis tidak memiliki sistem kesejahteraan bagi anggotanya. “Ini menunjukkan bahwa mereka tidak mampu melindungi anggota mereka sendiri. Bahkan dalam kondisi kritis, mereka tidak memiliki mekanisme untuk memberikan bantuan medis yang layak,” ujarnya.
Lebih lanjut, aparat keamanan terus berupaya menjaga stabilitas di Papua dan memastikan bahwa masyarakat sipil tidak ikut terdampak oleh konflik yang terus berlanjut. Aparat juga mengimbau anggota OPM lainnya untuk menyerahkan diri dan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) agar bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik, termasuk akses terhadap layanan kesehatan dan sosial yang layak.
Meninggalnya Yesaya Serewi juga mengundang respons dari berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh adat di Papua. Beberapa di antara mereka menyayangkan bahwa pemimpin OPM tersebut tidak mendapatkan perawatan yang layak dan melihat hal ini sebagai bukti bahwa perjuangan OPM lebih banyak membawa penderitaan bagi anggotanya sendiri.
“Kami berharap masyarakat Papua menyadari bahwa bergabung dengan kelompok separatis bukanlah solusi. Justru, itu bisa membuat mereka kehilangan hak-hak dasar, termasuk akses terhadap layanan kesehatan yang penting untuk keselamatan nyawa,” ujar salah satu tokoh adat yang enggan disebutkan namanya.
Kematian Yesaya Serewi akibat sakit yang tidak tertangani menjadi cerminan dari lemahnya sistem dukungan internal dalam kelompok OPM. Peristiwa ini menegaskan bahwa kelompok separatis tidak hanya menghadapi tekanan dari aparat keamanan, tetapi juga dari kurangnya akses terhadap kebutuhan dasar yang diperlukan untuk bertahan hidup.
Pemerintah diharapkan dapat terus memberikan solusi damai bagi anggota OPM yang ingin kembali ke NKRI, sehingga mereka bisa mendapatkan kehidupan yang lebih layak dengan akses penuh terhadap fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.