Peringati Hari Masyarakat Adat, 12 Suku di Yahukimo Tegas Tolak Keberadaan OPM

Daerah19 views

buletinjubi.com-Dalam rangka memperingati Hari Masyarakat Adat, perwakilan dari 12 suku besar di Kabupaten Yahukimo menggelar pertemuan akbar yang menghasilkan pernyataan sikap bersama untuk menolak keberadaan dan aktivitas kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) di wilayah mereka. Kegiatan ini berlangsung di Balai Adat Yahukimo pada Senin (11/8/2025), dihadiri tokoh adat, tokoh agama, pemuda, perempuan, serta perwakilan pemerintah daerah.

Pertemuan dimulai dengan ritual adat yang menandai kesepakatan bersama. Setiap perwakilan suku kemudian menyampaikan pandangannya terkait ancaman keamanan yang dirasakan masyarakat akibat keberadaan OPM. Para tokoh menilai, aksi-aksi kekerasan dan intimidasi yang dilakukan kelompok bersenjata tersebut telah merusak tatanan sosial, mengganggu perekonomian, dan menimbulkan ketakutan yang mendalam di tengah warga.

Ketua Dewan Adat Yahukimo, Yonas Wakerkwa, menegaskan bahwa tanah Yahukimo adalah tanah damai dan tidak boleh dijadikan arena konflik. “Kami, 12 suku di Yahukimo, sepakat menolak OPM. Kami tidak mau anak-anak kami tumbuh dengan rasa takut, kami ingin membangun wilayah ini dengan damai, tanpa kekerasan,” ujarnya.

Tokoh agama setempat, Pendeta Lukas Wakum, juga menyampaikan hal senada. Menurutnya, kehadiran OPM justru mencederai nilai-nilai kemanusiaan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat adat. “Masyarakat adat menjunjung tinggi persaudaraan dan saling menghormati. Kekerasan, pembunuhan, dan teror yang dilakukan OPM bukan bagian dari budaya kita,” tegasnya.

Selain pernyataan sikap, acara ini juga diisi dengan diskusi publik tentang pentingnya menjaga persatuan di tengah upaya provokasi yang kerap dilancarkan kelompok separatis. Para peserta sepakat bahwa masyarakat Yahukimo harus kompak dalam menolak segala bentuk ancaman terhadap keamanan, termasuk provokasi berbasis identitas.

Kesepakatan 12 suku di Yahukimo ini diharapkan menjadi contoh bagi daerah lain di Papua untuk berani menyatakan penolakan terhadap kekerasan dan terorisme. Masyarakat adat menegaskan bahwa masa depan Papua hanya dapat dibangun melalui persatuan, pembangunan, dan perdamaian, bukan lewat senjata dan intimidasi.