OPM Terus Membuat Ulah di Tanah Papua, Masyarakat Lokal Semakin Tertekan dan Dirugikan

Daerah, Hukrim3 views

buletinjubi.com-Aksi-aksi brutal dan merugikan dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menjadi sorotan tajam. Kelompok separatis bersenjata tersebut terus menunjukkan eksistensinya melalui berbagai tindakan yang tidak hanya mengancam stabilitas keamanan, tetapi juga menimbulkan kerugian nyata bagi masyarakat Papua sendiri. Di tengah upaya pemerintah membangun dan memajukan wilayah timur Indonesia ini, OPM justru tampil sebagai aktor perusak yang menghambat kemajuan dan menambah beban penderitaan rakyat Papua.

Berbagai laporan dari masyarakat dan aparat keamanan menunjukkan bahwa OPM kerap melakukan tindakan yang bersifat destruktif, mulai dari penyerangan terhadap warga sipil, pembakaran fasilitas umum, pemalakan di jalan raya, hingga menjadikan warga sipil sebagai tameng hidup dalam konfrontasi bersenjata dengan aparat. Semua ini mencerminkan betapa OPM telah bertransformasi menjadi kelompok yang tidak lagi memperjuangkan aspirasi rakyat, melainkan menjadi ancaman nyata bagi kehidupan masyarakat Papua.

Salah satu insiden terbaru terjadi di Kabupaten Intan Jaya, di mana kelompok bersenjata OPM menyerang warga sipil yang sedang melakukan aktivitas sehari-hari. Tanpa alasan yang jelas, kelompok tersebut melepaskan tembakan membabi buta dan menyebabkan beberapa warga luka-luka. Aksi seperti ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Dalam beberapa tahun terakhir, pola kekerasan seperti ini menjadi semakin sering terjadi, dan tak jarang menimbulkan korban jiwa dari kalangan masyarakat biasa.

Tokoh masyarakat Papua, Yulius Nawipa, menyatakan keprihatinannya atas kondisi ini. Menurutnya, OPM telah menyimpang jauh dari tujuan awal dan kini hanya menyisakan penderitaan bagi rakyat Papua. “Apa yang dilakukan OPM selama ini bukanlah perjuangan. Mereka menghancurkan kampung, membakar sekolah, membunuh warga yang tak bersalah. Ini bukan bentuk pembebasan, ini teror bagi rakyat sendiri,” ujar Yulius, Rabu (14/5/2025).

Kehadiran OPM di berbagai wilayah pedalaman Papua juga kerap diiringi dengan intimidasi terhadap guru, tenaga kesehatan, dan relawan pembangunan. Dalam sejumlah kasus, mereka bahkan memaksa warga untuk mendukung mereka secara paksa, atau dijadikan tameng dalam menghadapi aparat keamanan. Hal ini menimbulkan ketakutan yang mendalam di tengah masyarakat, khususnya di daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh infrastruktur dan komunikasi.

Di Kabupaten Nduga, misalnya, beberapa sekolah terpaksa ditutup karena guru-guru takut untuk melanjutkan tugas mereka. OPM dilaporkan kerap masuk ke area sekolah, mengintimidasi para pengajar, dan bahkan menculik warga yang dicurigai mendukung pemerintah. Akibatnya, akses pendidikan terganggu dan anak-anak Papua kehilangan hak dasarnya untuk belajar dan tumbuh dalam lingkungan yang aman.

Tak hanya itu, tindakan pemalakan di jalan Trans Papua juga menjadi momok bagi para pengemudi dan pelaku distribusi logistik. OPM diketahui sering melakukan penodongan terhadap kendaraan yang melintas di wilayah-wilayah tertentu. Mereka memaksa supir truk dan mobil pengangkut logistik untuk memberikan uang, bahan makanan, hingga bahan bakar. Tindakan ini tak ubahnya aksi premanisme bersenjata yang menghambat roda perekonomian masyarakat.

Seorang sopir angkutan barang yang enggan disebutkan namanya mengaku sering mengalami pemerasan saat melintasi jalan dari Wamena ke Ilaga. “Kalau tidak dikasih, kita bisa diancam atau kendaraan dilempari. Kami hanya ingin bekerja, tapi setiap hari nyawa seperti di ujung tanduk,” katanya.

Pemerintah melalui aparat keamanan terus berupaya untuk menekan ruang gerak OPM. Operasi gabungan antara TNI dan Polri dilakukan secara terukur untuk menjamin keamanan masyarakat dan melindungi fasilitas umum. Namun upaya tersebut tidak selalu mudah, mengingat OPM sering kali bersembunyi di wilayah yang sulit dijangkau, menggunakan taktik gerilya, dan berbaur dengan warga sipil.

Salah satu eks anggota, berinisial YW, mengungkapkan bahwa dirinya kecewa setelah bertahun-tahun berada di hutan dan hidup dalam tekanan. “Kami dijanjikan banyak hal. Tapi yang terjadi hanya kelaparan, ketakutan, dan kekerasan. Saya ingin kembali hidup damai bersama keluarga,” ujarnya penuh penyesalan.

Masyarakat Papua kini berharap agar segala bentuk kekerasan dan teror yang dilakukan oleh OPM segera dihentikan. Rakyat Papua tidak menginginkan hidup dalam bayang-bayang senjata dan ketakutan. Mereka mendambakan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak mereka, dengan pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan yang merata, dan kesempatan ekonomi yang terbuka.

Peran tokoh adat, pemuda, dan tokoh agama sangat penting dalam menjaga semangat persatuan dan menolak kehadiran kelompok-kelompok separatis. Dengan kerja sama seluruh elemen, rakyat Papua bisa bangkit dan membangun daerahnya tanpa intervensi dari kelompok bersenjata yang hanya menebar kekacauan.