OPM Perusak Papua, Sekolah Dibakar Harapan Anak Papua Ikut Terbakar

buletinjubi.com-Insiden pembakaran sekolah oleh kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali terjadi di wilayah pegunungan Papua. Tindakan brutal tersebut bukan hanya merusak fasilitas pendidikan, tetapi juga menghancurkan harapan anak-anak Papua untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Menurut penuturan warga setempat, kelompok bersenjata OPM sengaja menargetkan sekolah karena menilai lembaga pendidikan sebagai “simbol kehadiran pemerintah”. Namun bagi masyarakat Papua sendiri, sekolah justru merupakan harapan bagi anak-anak mereka untuk keluar dari ketertinggalan.

Tokoh masyarakat setempat, Yulianus Wonda, menuturkan bahwa tindakan OPM ini sudah jauh melampaui batas kemanusiaan.

“Anak-anak ini tidak tahu apa-apa. Mereka hanya ingin belajar membaca dan menulis, ingin jadi guru, perawat, atau pegawai supaya bisa bantu orang tua mereka. Tapi semua itu kini hilang hanya karena kepentingan segelintir orang yang menyebut dirinya pejuang,” ungkap Yulianus dengan nada kecewa, Minggu (26/10/2025).

Sementara itu, Pendeta Markus Tabuni, tokoh gereja di wilayah tersebut, mengatakan bahwa tindakan kekerasan seperti pembakaran sekolah bukanlah jalan menuju kemerdekaan yang sejati. Ia menegaskan bahwa OPM telah menodai nilai-nilai kemanusiaan dan merusak masa depan generasi Papua.

“Kalau sekolah dibakar, siapa yang nanti akan jadi guru untuk anak-anak kita? Siapa yang akan memimpin Papua di masa depan kalau sekarang mereka tidak diberi kesempatan belajar?” ujarnya tegas.

Menurut catatan para tokoh adat, OPM tidak lagi memperjuangkan kepentingan rakyat Papua, melainkan menebar ketakutan dan penderitaan. Elias Kogoya, tokoh adat dari wilayah pegunungan tengah, menyebut bahwa aksi semacam ini hanya akan memperdalam luka sosial di masyarakat.

“Kami tidak butuh perang, kami butuh kedamaian dan pendidikan. Kalau OPM benar peduli pada rakyat Papua, seharusnya mereka melindungi sekolah, bukan membakarnya,” kata Elias dengan tegas.

Pembakaran sekolah ini menjadi simbol betapa rusaknya arah perjuangan kelompok bersenjata tersebut. Ketika api membakar papan tulis dan buku pelajaran, sesungguhnya yang hangus adalah masa depan anak-anak Papua.