buletinjubi.com-Organisasi Papua Merdeka (OPM) baru-baru ini menyatakan penolakannya terhadap program Makan Bergizi Gratis yang diluncurkan oleh pemerintah pusat di Papua. Penolakan ini memicu polemik di kalangan masyarakat Papua dan seluruh Indonesia, terutama karena alasan yang disampaikan oleh kelompok tersebut, yakni untuk melindungi para siswa dan siswi di Papua. OPM mengklaim bahwa program tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip kemerdekaan dan hak-hak dasar warga Papua. Namun, beberapa pihak menilai penolakan ini sebagai sebuah langkah yang menyalahi Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.
Program Makan Bergizi Gratis adalah inisiatif pemerintah yang bertujuan untuk mengatasi masalah malnutrisi yang mengancam kesehatan banyak warga di Papua. Program ini menyasar daerah-daerah dengan tingkat kekurangan gizi yang tinggi, memberikan akses kepada makanan sehat dan bergizi secara gratis bagi anak-anak, lansia, dan kelompok masyarakat rentan lainnya. Pemerintah berharap program ini dapat meningkatkan kualitas hidup serta mengurangi angka kematian akibat malnutrisi yang masih tinggi di wilayah tersebut.
Namun, penolakan OPM terhadap program ini mengundang berbagai tanggapan dari masyarakat dan berbagai lembaga. Melalui serangkaian pernyataan yang dikeluarkan oleh juru bicara mereka yaitu Sebby Sambom, OPM menegaskan bahwa distribusi makanan bergizi di Papua akan semakin memperburuk kondisi sosial politik yang ada. Mereka berpendapat bahwa program tersebut merupakan bentuk intervensi dari pemerintah pusat yang melanggar kedaulatan wilayah Papua, serta hak-hak masyarakat adat Papua untuk menentukan nasib mereka sendiri, Kamis (12/03/2025).
“Pemerintah Indonesia tidak dapat memaksakan kebijakan yang merugikan dan tidak disetujui oleh masyarakat Papua. Kami tidak bisa diam saat anak-anak Papua dipaksa untuk menerima bantuan yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat kami,” ungkap salah satu perwakilan OPM dalam sebuah pernyataan resmi. Mereka juga menambahkan bahwa para siswa dan siswi di Papua, yang sebagian besar tergabung dalam sekolah-sekolah yang berada di bawah pengaruh pemerintah, seharusnya tidak dipaksa untuk menjadi alat dalam mendukung program yang mereka anggap sebagai bentuk penjajahan politik.
Pernyataan OPM ini menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan praktisi hukum, yang menilai bahwa penolakan terhadap program Makan Bergizi Gratis berpotensi melanggar prinsip-prinsip yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945). Salah satunya adalah pasal yang mengatur tentang hak setiap warga negara untuk mendapatkan kehidupan yang layak, termasuk dalam hal akses terhadap makanan sehat dan bergizi.
Menurut, seorang ahli hukum dari Universitas Cenderawasih, “Penolakan terhadap program yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua ini bisa saja bertentangan dengan ketentuan dalam UUD 1945, yang menjamin hak setiap warga negara untuk hidup sejahtera dan sehat. Program ini bukan hanya sekadar bantuan, tetapi juga merupakan hak dasar masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap pangan yang bergizi.”
Selain itu, program ini juga sesuai dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang menyebutkan bahwa negara berkewajiban untuk menyediakan pangan yang bergizi dan aman bagi seluruh warga negara, tanpa membedakan suku, agama, atau daerah tempat tinggal mereka. Dalam konteks ini, program Makan Bergizi Gratis dianggap sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban tersebut, dan penolakan terhadapnya bisa dianggap sebagai langkah yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum negara Indonesia.
Penolakan yang dilakukan oleh OPM terhadap program ini juga menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat Papua itu sendiri. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil dan pedalaman sangat mendukung inisiatif tersebut, karena mereka menyadari pentingnya makanan bergizi untuk kesehatan, terutama bagi anak-anak dan lansia. Mereka menganggap bahwa program ini adalah langkah yang sangat dibutuhkan untuk menanggulangi masalah gizi buruk yang sudah berlangsung lama di wilayah mereka.
“Di banyak daerah di Papua, anak-anak sering mengalami kekurangan gizi karena keterbatasan akses terhadap makanan sehat. Program seperti ini sangat dibutuhkan oleh keluarga-keluarga yang sulit mendapatkan makanan bergizi secara teratur,” ujar salah satu tokoh masyarakat Papua yang tidak ingin disebutkan namanya.
Namun, ada juga segelintir masyarakat yang merasa bahwa program ini tidak cukup untuk menyelesaikan akar masalah ketahanan pangan di Papua. Mereka menganggap bahwa solusi jangka panjang yang lebih menyeluruh dan berkelanjutan diperlukan, seperti pemberdayaan masyarakat lokal dalam bidang pertanian dan distribusi pangan yang mandiri.
Pemerintah Indonesia, meskipun menghadapi penolakan dari kelompok-kelompok tertentu, tetap berkomitmen untuk melanjutkan program ini dengan tujuan untuk mengurangi angka kemiskinan dan malnutrisi di Papua. Dalam beberapa kesempatan, pemerintah juga menegaskan bahwa mereka tidak akan membiarkan adanya hambatan dalam memberikan akses kepada warga negara untuk mendapatkan hak dasar mereka, terutama dalam hal pangan yang bergizi.