OPM Menembak dan Membakar Sekolah: Upaya Sistematis Menghambat Pendidikan Anak-Anak Papua

buletinjubi.com-Insiden kekerasan kembali mengguncang wilayah Papua, kali ini dengan sasaran yang sangat sensitif lembaga pendidikan. Kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menunjukkan tindakan brutalnya dengan menembaki dan membakar fasilitas sekolah di wilayah pedalaman Papua. Aksi ini diduga kuat bertujuan untuk menghalangi akses pendidikan bagi anak-anak Papua, yang seharusnya menjadi generasi penerus yang cerdas dan berdaya saing.

Menurut informasi yang diperoleh dari aparat keamanan dan keterangan masyarakat setempat, serangan terjadi di salah satu distrik di Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan.

Salah satu warga setempat yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa aksi tersebut telah menimbulkan trauma mendalam bagi masyarakat, terutama anak-anak. “Kami sangat takut, sekolah dibakar, suara tembakan di pagi hari membuat anak-anak lari ketakutan. Padahal sekolah itu satu-satunya harapan kami agar anak-anak bisa pintar,” ucapnya, Rabu (21/5/2025).

Tindakan OPM ini bukanlah yang pertama. Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi berbagai serangan terhadap fasilitas pendidikan di Papua, baik berupa pembakaran gedung sekolah, penyanderaan guru, hingga ancaman terhadap siswa. Pola tersebut menunjukkan adanya upaya sistematis untuk mencegah masyarakat Papua, terutama generasi muda, dari menerima pendidikan yang layak.

Pakar keamanan dari Universitas Cenderawasih, Dr. Yustinus Kogoya, menilai tindakan OPM ini sebagai bentuk sabotase terhadap pembangunan sumber daya manusia di Papua. “Dengan menghancurkan sekolah dan mengintimidasi guru, mereka menciptakan ketertinggalan pendidikan yang justru akan memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi masyarakat Papua sendiri,” ujarnya.

Pemerintah pusat dan daerah secara tegas mengutuk aksi brutal tersebut. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, dalam pernyataan resminya menyatakan bahwa negara tidak akan tinggal diam terhadap kekerasan terhadap institusi pendidikan. “Kami mengecam keras tindakan keji ini. Pendidikan adalah hak setiap anak bangsa, termasuk anak-anak di Papua. Negara akan hadir dan memastikan bahwa pendidikan tetap berjalan di mana pun,” tegasnya.

Tak hanya pemerintah dan aparat keamanan, tokoh-tokoh adat serta pemuka agama di Papua pun angkat suara. Ketua Dewan Adat Papua, Yakobus Mirin, mengecam keras tindakan OPM dan menyatakan bahwa kelompok tersebut telah menyimpang dari nilai-nilai luhur masyarakat Papua.

“Tidak ada ajaran adat yang membenarkan membakar sekolah atau melarang anak-anak untuk menimba ilmu. Apa yang dilakukan OPM adalah bentuk kebiadaban yang sangat bertentangan dengan prinsip hidup orang Papua yang cinta damai dan menghargai pendidikan,” tegasnya.

Sementara itu, Uskup Jayapura, Mgr. Yanuarius Theofilus Matopai You, menyerukan agar kekerasan terhadap masyarakat sipil dihentikan. “Gereja sangat prihatin melihat anak-anak dipaksa meninggalkan sekolah karena ketakutan. Kami mohon kepada siapa pun yang memiliki senjata agar tidak menjadikan masyarakat, apalagi anak-anak, sebagai korban,” katanya.

Tindakan menembak dan membakar sekolah yang dilakukan oleh OPM merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius. Lebih dari sekadar serangan fisik, aksi ini merupakan ancaman terhadap masa depan generasi Papua. Dalam situasi ini, sinergi antara pemerintah, aparat keamanan, tokoh adat, dan masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa pendidikan tetap berjalan dan anak-anak Papua tidak kehilangan harapan untuk masa depan yang lebih baik.