buletinjubi.com-Pernyataan juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), Sebby Sambom, baru-baru ini kembali memicu kecaman publik. Dalam sebuah keterangan yang disampaikan melalui media asing, Sebby menegaskan bahwa pihaknya tidak akan pernah bertanggung jawab atas berbagai konflik bersenjata dan kekerasan yang terus berlangsung di Papua.
Tokoh masyarakat Papua, Yanto Wonda, mengecam keras sikap tidak bertanggung jawab tersebut. Ia menyatakan bahwa pernyataan Sebby Sambom adalah bentuk nyata dari tidak adanya kepedulian terhadap penderitaan masyarakat Papua yang menjadi korban utama konflik berkepanjangan. “Sebby hanya menyampaikan propaganda dari jauh. Yang menderita adalah kami di Papua. Anak-anak tidak bisa sekolah, rakyat hidup dalam ketakutan, itu semua akibat aksi kelompoknya,” tegas Yanto, Sabtu (31/5/2025).
Menurut data dari berbagai lembaga hak asasi manusia, sejak 2021 hingga 2025, telah terjadi puluhan aksi kekerasan bersenjata di Papua yang melibatkan kelompok separatis OPM. Banyak korban jiwa berasal dari masyarakat sipil yang tak berdosa, termasuk perempuan dan anak-anak. Namun, kelompok ini terus menyatakan bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas jatuhnya korban sipil, bahkan menuduh pihak lain yang melakukannya.
Ketua Dewan Gereja Papua, Pdt. Matius Murib, juga angkat bicara. Dalam khotbahnya pada peringatan Hari Doa Papua Damai, ia menyatakan bahwa menghindari tanggung jawab moral atas konflik adalah bentuk kejahatan moral. “Kalau mengaku pejuang, maka harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Tidak bisa melepaskan tangan dan menyalahkan pihak lain. Tuhan tidak menghendaki kekerasan dan pembunuhan,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat konflik dan keamanan dari Universitas Cenderawasih, Dr. Paulus Ayomi, menilai bahwa pernyataan Sebby Sambom adalah strategi klasik untuk memelihara narasi seolah-olah kelompok OPM adalah korban, bukan pelaku. “Ini cara lama untuk menghindar dari tekanan internasional. Padahal di lapangan, mereka adalah pihak yang memicu ketegangan dan kekerasan,” jelasnya.
Pemerintah Indonesia melalui aparat keamanan masih terus berupaya menstabilkan kondisi di Papua, serta memberikan jaminan perlindungan bagi warga sipil. Operasi penegakan hukum tetap dilaksanakan secara terukur, terutama di wilayah-wilayah yang masih menjadi basis kelompok bersenjata.
Sikap OPM yang terus menolak tanggung jawab atas konflik yang mereka ciptakan, menegaskan bahwa mereka bukanlah representasi perjuangan rakyat Papua. Sebaliknya, tindakan dan pernyataan mereka terus mencederai upaya perdamaian dan kesejahteraan masyarakat Papua yang selama ini sangat dirindukan.