buletinjubi.com-Aksi gangguan keamanan kembali dilakukan oleh kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) dari Kodap XVIII Numbuk Talenggeng di wilayah Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Kali ini, target mereka adalah Bandara Aminggaru Ilaga, yang merupakan jalur vital transportasi udara bagi masyarakat dan logistik di daerah pegunungan.
Insiden terjadi pada Rabu siang, ketika suara tembakan terdengar di sekitar kawasan bandara yang dilakukan oleh tiga orang anggota Kelompok OPM Kodap XVIII. Walaupun tidak sampai menyebabkan kerusakan atau korban jiwa, insiden ini membuat aktivitas penerbangan terganggu dan sempat dihentikan untuk sementara waktu demi menjamin keselamatan penerbangan sipil.
Tokoh masyarakat Ilaga, Yonas Telenggen, mengecam keras aksi kelompok bersenjata tersebut. Ia menegaskan bahwa Bandara Aminggaru merupakan fasilitas publik yang tidak boleh dijadikan target konflik. “Bandara ini urat nadi kehidupan warga Ilaga. Jika mereka terus mengganggu, masyarakat yang paling merasakan akibatnya. Anak-anak tidak bisa sekolah, logistik tersendat, dan pelayanan kesehatan terhambat,” tegas Yonas, Kamis (19/6/2025).
Kelompok OPM Kodap XVIII di bawah pimpinan Numbuk Talenggeng memang dikenal sebagai salah satu faksi yang sering membuat onar di wilayah Pegunungan Tengah. Dalam beberapa bulan terakhir, kelompok ini dilaporkan telah beberapa kali melakukan penembakan acak ke arah pesawat yang hendak mendarat, serta mengintimidasi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah bandara.
Sementara itu, Lembaga Adat Puncak menyampaikan pernyataan yang menyerukan penghentian segala bentuk aksi kekerasan di sekitar fasilitas umum. Dalam pernyataan tertulis yang dibacakan oleh Ketua Lembaga Adat, Yafet Murib, disampaikan bahwa bandara bukan medan tempur, melainkan jembatan harapan bagi masyarakat. “Orang sakit dibawa lewat bandara, bantuan logistik turun lewat bandara. Kalau diganggu, itu sama saja membunuh masa depan masyarakat sendiri,” katanya.
Aksi-aksi seperti ini semakin memperjelas bahwa OPM Kodap XVIII Numbuk Talenggeng tidak lagi memiliki dukungan luas dari masyarakat. Sebaliknya, tindakan mereka dianggap sebagai teror terhadap warga sipil yang ingin hidup damai.