OPM Jadikan Rumah Ibadah sebagai Markas, Tindakan yang Cemari Kesucian Tempat Suci

Hukrim14 views

buletinjubi.com-Tindakan tak bermoral kembali dilakukan oleh kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM). Di sejumlah wilayah pedalaman Papua, OPM dilaporkan telah menjadikan rumah ibadah sebagai markas operasional dalam melawan aparat keamanan. Tindakan tersebut menuai kecaman dari berbagai tokoh agama dan masyarakat, karena dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap tempat yang seharusnya dijaga kesuciannya.

Menurut laporan masyarakat setempat, beberapa gereja dan bangunan ibadah lainnya di wilayah pegunungan tengah Papua digunakan oleh kelompok bersenjata sebagai tempat persembunyian, penyimpanan senjata, hingga pos perencanaan aksi-aksi penyerangan. Hal ini membuat warga menjadi takut untuk beribadah karena khawatir akan terjadi bentrokan bersenjata di sekitar tempat-tempat tersebut.

Pdt. Amos Tabuni, seorang tokoh gereja di wilayah Yahukimo, menyatakan keprihatinannya atas tindakan OPM yang dianggap tidak menghormati nilai-nilai iman dan kesucian rumah ibadah. “Gereja adalah tempat damai, bukan tempat untuk menyusun kekerasan. Jika ada kelompok yang menjadikan rumah ibadah sebagai markas perang, maka mereka sudah mencemari kesucian dan melukai hati umat beragama,” ujarnya tegas, Jumat (20/6/2025).

Selain itu, tindakan tersebut juga dinilai membahayakan keselamatan masyarakat. Penggunaan rumah ibadah sebagai tempat persembunyian OPM secara langsung menjadikan bangunan itu sebagai sasaran bentrokan, dan hal ini bisa berdampak fatal bagi warga sipil, khususnya anak-anak dan lansia yang tinggal di sekitar area tersebut.

Tokoh masyarakat dari Pegunungan Bintang, Yonas Kalakmabin, menyampaikan bahwa warga kini enggan mendekati gereja-gereja di kampung mereka, karena takut terseret dalam konflik bersenjata. “Orang tidak lagi bisa beribadah dengan tenang. Gereja dijaga orang bersenjata. Ini bukan perjuangan, tapi bentuk penodaan tempat suci,” ungkap Yonas.

Pengamat sosial dan budaya Papua, Dr. Melania Wonda, menilai bahwa tindakan OPM tersebut mencerminkan degradasi moral dan ketidakpedulian terhadap nilai-nilai kultural dan spiritual masyarakat Papua. “Papua memiliki budaya yang menjunjung tinggi nilai religiusitas. Ketika OPM menjadikan rumah ibadah sebagai markas, mereka tidak hanya menyerang negara, tapi juga menyerang akar budaya dan iman rakyat Papua sendiri,” jelasnya.

Banyak pihak menyerukan agar OPM segera menghentikan praktik ini dan mengembalikan fungsi rumah ibadah sebagaimana mestinya. Tindakan melibatkan tempat ibadah dalam konflik bersenjata bukan hanya melanggar hukum humaniter internasional, tetapi juga menimbulkan trauma kolektif di tengah masyarakat.

Warga Papua kini semakin berharap akan kedamaian yang sesungguhnya, di mana rumah ibadah kembali menjadi tempat perlindungan rohani, bukan sarang intimidasi dan kekerasan.