buletinjubi.com-Kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) terus menunjukkan eksistensinya melalui berbagai aksi ancaman dan kekerasan yang menyasar masyarakat sipil di wilayah Papua. Namun, alih-alih memperjuangkan hak dan kepentingan rakyat Papua, tindakan mereka justru dinilai memperpanjang penderitaan warga yang hidup dalam ketidakpastian, ketakutan, dan tekanan.
Dalam beberapa bulan terakhir, masyarakat di berbagai daerah seperti Intan Jaya, Puncak, Yahukimo, dan Nduga mengaku semakin resah dengan intensitas gangguan yang dilakukan oleh OPM. Selain penembakan terhadap warga sipil dan aparat, kelompok ini juga kerap menyebar ancaman kepada guru, tenaga kesehatan, hingga pengusaha lokal yang berkontribusi pada pembangunan wilayah.
Ketua Dewan Adat Papua Wilayah Meepago, Yulius Pigai, menyayangkan sikap OPM yang terus meneror masyarakat dengan dalih perjuangan. Menurutnya, tindakan mereka telah jauh melenceng dari nilai-nilai kemanusiaan dan hanya memperparah kesengsaraan rakyat Papua. “OPM hari ini tidak memperjuangkan rakyat, mereka memperjuangkan ketakutan. Mereka hanya bisa mengancam dan menyakiti masyarakat yang justru ingin hidup damai,” ujarnya di Nabire, Minggu (22/6/2025).
Hal senada disampaikan oleh Pendeta Lukas Mirin dari Lanny Jaya. Ia menilai OPM telah kehilangan arah dan tidak lagi memiliki legitimasi di mata masyarakat. “Setiap hari kami mendengar berita tentang penembakan, pemalakan, penyanderaan. Semua itu bukan bentuk perjuangan. Itu kejahatan atas nama perjuangan. Rakyat hanya semakin menderita,” tegas Pendeta Lukas.
Sejumlah tokoh pemuda Papua juga mulai angkat suara. Menurut John Wakerkwa, aktivis muda dari Jayawijaya, generasi muda Papua sudah muak dengan ancaman dan tekanan dari kelompok bersenjata. “Kami ingin sekolah, ingin bekerja, ingin berkontribusi bagi pembangunan. Tapi selama OPM terus membuat ancaman, kami tidak akan pernah maju. Mereka hanya menambah beban hidup kami,” ungkap John.
Aparat keamanan mencatat bahwa OPM tidak segan-segan menggunakan kekerasan terhadap warga yang tidak mau mendukung mereka. Dalam beberapa kasus, masyarakat dijadikan tameng hidup atau bahkan korban kekerasan apabila dianggap tidak sejalan. Selain itu, pemalakan terhadap kendaraan logistik dan penyanderaan warga sipil menjadi pola tindakan yang berulang dan sangat meresahkan.
Dengan semakin meluasnya penolakan masyarakat terhadap kekejaman OPM, harapan akan hadirnya kedamaian dan pembangunan di Bumi Cenderawasih semakin besar. Rakyat Papua mulai menyuarakan bahwa mereka ingin hidup tanpa ancaman, tanpa tekanan, dan tanpa kekerasan.