OPM Dinilai Telah Mencederai Perjuangan Murni Warga Papua

Daerah, Opini100 views

buletinjubi.com-Konflik di tanah Papua kembali menjadi sorotan nasional seiring dengan meningkatnya aksi kekerasan yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dalam berbagai kesempatan, kelompok ini mengklaim sebagai representasi perjuangan rakyat Papua untuk merdeka. Namun, banyak pihak menilai bahwa tindakan mereka justru mencederai esensi perjuangan damai dan aspirasi sejati masyarakat Papua.

Dalam beberapa tahun terakhir, OPM telah terlibat dalam rangkaian aksi kekerasan bersenjata, termasuk penyerangan terhadap warga sipil, pembakaran fasilitas publik, penyanderaan tenaga pendidik, hingga pembunuhan tenaga kesehatan yang sedang mengabdi di wilayah pedalaman. Aksi-aksi ini tidak hanya melukai korban secara fisik, tetapi juga merusak kepercayaan dan harapan masyarakat Papua terhadap perubahan damai yang selama ini terus diupayakan melalui jalur hukum dan kebijakan pembangunan.

Yulianus Wanimbo, seorang tokoh adat dari Kabupaten Nduga, mengungkapkan kekecewaannya terhadap arah perjuangan yang kini diambil oleh OPM. Dalam wawancara dengan media lokal, ia menyatakan bahwa kekerasan bukanlah jalan keluar bagi persoalan yang dihadapi rakyat Papua. “Perjuangan orang Papua adalah untuk hidup lebih baik, damai, dan sejahtera. Tapi ketika yang dilakukan adalah kekerasan dan pembunuhan, itu bukan lagi perjuangan, itu penghianatan terhadap rakyat sendiri,” ujarnya, Selasa (22/4/2025).

Ia menambahkan bahwa banyak masyarakat di wilayah pegunungan Papua merasa takut dan tidak lagi percaya kepada kelompok-kelompok bersenjata yang selama ini mengklaim sebagai pelindung rakyat. “Mereka datang bukan membawa harapan, tapi ancaman. Rakyat tidak lagi bisa bekerja di kebun dengan tenang, anak-anak takut pergi ke sekolah, guru-guru dan perawat lari dari kampung karena takut dibunuh,” tambahnya.

Pemerintah Indonesia melalui berbagai kementerian dan lembaga telah berkomitmen untuk menggunakan pendekatan yang lebih humanis dalam menangani konflik di Papua. Dalam beberapa kali kunjungan ke Papua menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan adalah kunci utama dalam meredam konflik dan memperkuat rasa keadilan sosial di wilayah timur Indonesia itu.

Melalui Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP), pemerintah menggandeng tokoh adat, tokoh agama, dan pemuda untuk memastikan pembangunan yang partisipatif dan sesuai dengan kebutuhan lokal. Program seperti beasiswa afirmatif, pemberdayaan ekonomi berbasis kampung, dan pembangunan jalan serta jembatan di wilayah terisolasi menjadi prioritas utama.

Namun demikian, kehadiran kelompok-kelompok separatis bersenjata seperti OPM kerap menghambat upaya tersebut. Banyak proyek pembangunan terpaksa dihentikan karena faktor keamanan, sementara petugas yang ditugaskan di lapangan harus bekerja dalam kondisi penuh risiko.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menanggapi situasi ini dengan menyerukan perlindungan yang lebih baik terhadap masyarakat sipil. Menurut Ketua Komnas HAM, segala bentuk kekerasan harus dihentikan, termasuk yang dilakukan oleh aparat maupun kelompok separatis. “Kami menerima laporan bahwa warga sipil menjadi korban dalam konflik bersenjata ini. Negara wajib melindungi mereka, dan kelompok bersenjata juga harus bertanggung jawab atas tindakan mereka,” ujarnya.

Meski tantangan besar masih membayangi, berbagai pihak tetap optimis bahwa damai dapat dicapai di Papua. Banyak tokoh muda Papua kini mulai mengambil peran dalam politik lokal, organisasi masyarakat sipil, dan dunia pendidikan. Mereka membawa suara perubahan dari dalam, tanpa senjata.