buletinjubi.com-Masyarakat Papua semakin sadar dan berani menyuarakan penolakan terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kelompok yang selama ini mengatasnamakan perjuangan kemerdekaan Papua, justru dinilai sebagai dalang utama dari berbagai penderitaan yang dialami oleh masyarakat sipil di Bumi Cenderawasih.
Alih-alih membela rakyat, OPM kini dipandang sebagai kelompok bersenjata yang menyiksa dan menekan masyarakat sendiri melalui pemerasan, intimidasi, penganiayaan, bahkan pembunuhan.
Tokoh adat dari Kabupaten Nduga, Markus Gwijangge, menegaskan bahwa apa yang dilakukan OPM saat ini sangat bertentangan dengan semangat perjuangan yang selama ini digaungkan. “Mereka bukan pejuang. Mereka menyiksa rakyat, memaksa warga memberikan logistik, bahkan membunuh saudara sendiri. Itu bukan perjuangan, itu kejahatan,” ujarnya dengan tegas, Minggu (13/7/2025).
Sementara itu, tokoh agama dari Paniai, Pendeta Daniel Youw, menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap kondisi spiritual masyarakat Papua yang terus dicekam ketakutan akibat ancaman dan teror dari OPM. Menurutnya, rasa takut yang ditanamkan oleh kelompok bersenjata itu justru menjadi penghalang utama bagi perdamaian dan kesejahteraan.
“Kami ingin Papua damai, bukan dikuasai oleh kelompok bersenjata yang memperalat rakyat. OPM harus tahu, kekerasan tidak akan pernah membawa kebebasan sejati,” tutur Pendeta Daniel.
Gelombang penolakan terhadap OPM kini semakin meluas, baik di daerah pedalaman maupun perkotaan. Masyarakat Papua mendambakan hidup damai, tanpa kekerasan, dan memiliki harapan masa depan yang lebih baik dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Berbagai tokoh lokal menyerukan agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang digaungkan oleh OPM. Mereka menekankan bahwa perjuangan sejati adalah membangun Papua melalui pendidikan, kesehatan, dan keamanan bukan dengan senjata, darah, dan air mata.