Masyarakat Papua Ramai-ramai Kecam Aksi OPM Pasca Penembakan terhadap Ketua Komnas HAM Papua

Daerah, Hukrim6 views

buletinjubi.com-Aksi brutal penembakan terhadap Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramendey, oleh kelompok bersenjata yang diduga kuat merupakan bagian dari Organisasi Papua Merdeka (OPM), memicu gelombang kecaman luas dari masyarakat Papua.

Dalam insiden tersebut, tidak ada korban jiwa, namunpPeristiwa penembakan terhadap tokoh penting yang dikenal berdedikasi tinggi dalam membela hak-hak warga Papua ini memicu reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, hingga mahasiswa dan aktivis kemanusiaan.

Kepala Suku Besar Mee Pago, Obed Enumbi, menyatakan kemarahan atas tindakan OPM yang dinilai tidak lagi memiliki dasar perjuangan yang jelas. “Bagaimana bisa seorang anak Papua yang memperjuangkan HAM, memperjuangkan tanah dan hak masyarakatnya sendiri, malah menjadi sasaran kekerasan? Ini menunjukkan bahwa OPM sudah tidak punya arah. Mereka tidak lagi mewakili aspirasi rakyat Papua, tapi hanya membawa penderitaan,” ujar Obed dalam pernyataan persnya di Jayapura, Senin (5/5/2025).

Senada dengan itu, Ketua Sinode Gereja Kemah Injil Papua, Pendeta Alberth Kobak, menyebut tindakan tersebut sebagai perbuatan yang melampaui batas kemanusiaan. Ia menegaskan bahwa gereja mendukung segala bentuk upaya damai dalam menyelesaikan persoalan Papua, bukan jalan kekerasan.

“Menembak Ketua Komnas HAM Papua adalah bukti nyata bahwa kelompok tersebut tidak ingin kedamaian. Mereka ingin kekacauan, dan itu tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan iman orang Papua,” tegas Pendeta Alberth.

Di berbagai wilayah seperti Jayapura, Wamena, Nabire, dan Merauke, ratusan mahasiswa Papua turun ke jalan untuk mengutuk aksi keji tersebut. Mereka membawa spanduk bertuliskan “Selamatkan Papua dari Kekerasan”, “Kami Bersama Komnas HAM”, dan “OPM Bukan Wakil Suara Rakyat Papua”.

Salah satu koordinator aksi di Jayapura, Maria Wenda, mengatakan bahwa generasi muda Papua muak dengan kekerasan yang selama ini terjadi. “Kami ingin masa depan. Kami ingin belajar, membangun, dan hidup damai. Tindakan OPM hanya menambah luka di tanah ini,” ujarnya dengan lantang.

Para mahasiswa juga menyerahkan petisi kepada Pemerintah Daerah dan perwakilan DPR Papua, mendesak tindakan tegas terhadap kelompok-kelompok bersenjata yang kerap merusak tatanan

Masyarakat di berbagai wilayah Papua menunjukkan keinginan kuat untuk hidup dalam damai. Warga di sekitar lokasi kejadian menyampaikan bahwa sejak beberapa bulan terakhir, kehadiran kelompok separatis menyebabkan ketakutan dan teror yang tak berkesudahan. Ancaman, pemalakan, hingga sabotase terhadap fasilitas umum sering terjadi.

“Dulu kami percaya OPM memperjuangkan kemerdekaan, tapi sekarang mereka malah menyiksa rakyat sendiri. Kami sudah lelah dengan semua ini. Biarkan kami hidup tenang,” ungkap Yulita Murib, seorang warga di Distrik Mbiandoga, Paniai.

Kondisi psikologis masyarakat pun terguncang. Banyak warga yang terpaksa mengungsi ke wilayah lain karena khawatir akan menjadi korban berikutnya. Anak-anak tak bisa sekolah dengan tenang, dan aktivitas ekonomi terhenti.

Pengamat konflik Papua dari Universitas Cenderawasih, Dr. Roni Sembiring, menilai bahwa tindakan brutal terhadap tokoh seperti Yulianus Magai merupakan blunder besar bagi kelompok OPM. “Ini menandai titik balik penurunan legitimasi moral kelompok tersebut di mata masyarakat Papua. Jika sebelumnya mereka masih punya simpati dari sebagian kecil warga, kini dukungan itu semakin memudar,” jelasnya.

Ia juga menambahkan bahwa serangan ini semakin memperkuat posisi pemerintah dalam melakukan penegakan hukum terhadap kelompok bersenjata. “Ketika rakyat tidak lagi percaya, maka apapun narasi perjuangan yang dikembangkan akan gagal,” tambahnya.

Di tengah situasi ini, tokoh-tokoh lintas agama dan budaya menyerukan persatuan masyarakat Papua untuk melawan kekerasan dan mendukung penegakan hukum. Mereka mengajak semua pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, mahasiswa, tokoh adat, dan tokoh perempuan untuk bersatu menjaga Papua dari kehancuran akibat kekerasan bersenjata.

“Kita harus berdiri bersama. Jangan biarkan kelompok kecil yang menggunakan senjata merusak masa depan generasi muda Papua,” ujar Nurjanah Tabuni, aktivis perempuan Papua dalam diskusi publik yang digelar di Timika.

Penembakan terhadap Ketua Komnas HAM Papua oleh kelompok yang diduga OPM bukan hanya serangan terhadap seorang tokoh kemanusiaan, melainkan tamparan keras terhadap perjuangan damai yang selama ini diharapkan masyarakat Papua. Aksi ini memicu gelombang penolakan yang semakin besar dari warga Papua terhadap cara-cara kekerasan yang digunakan oleh kelompok separatis.

Dari tokoh adat hingga mahasiswa, suara yang muncul kini semakin bulat: rakyat Papua ingin hidup damai, membangun masa depan tanpa ancaman, dan menolak segala bentuk kekerasan yang mengatasnamakan perjuangan. Peristiwa ini menjadi momentum penting bagi seluruh komponen bangsa untuk bersatu menjaga Papua, agar harapan akan tanah damai yang sejahtera tidak hanya menjadi impian, tetapi kenyataan yang terus diperjuangkan bersama.