Masyarakat Dogiyai Ramai-Ramai Tolak Kehadiran OPM Pasca Aksi Pembacokan Warga Sipil

Daerah, Opini13 views

buletinjubi.com-Gelombang penolakan terhadap keberadaan Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali mencuat, kali ini datang dari masyarakat di Kabupaten Dogiyai, Papua Tengah. Penolakan tersebut dipicu oleh insiden kekerasan brutal yang dilakukan oleh anggota OPM terhadap seorang warga sipil yang berujung pada pembacokan secara sadis.

Peristiwa kekerasan itu terjadi pada awal pekan ini di salah satu kampung di Distrik Kamu. Korban, yang merupakan warga asli Dogiyai dan tidak memiliki keterlibatan dengan aparat keamanan atau kegiatan politik apa pun, menjadi sasaran kekerasan secara tiba-tiba oleh sejumlah kelompok OPM.

Aksi tersebut sontak memicu kemarahan warga. Masyarakat dari berbagai kampung di sekitar lokasi kejadian segera berkumpul dan menyuarakan penolakan terhadap keberadaan OPM yang mereka nilai telah menciptakan keresahan, ketakutan, bahkan mengancam keselamatan hidup masyarakat sipil.

Tokoh adat Dogiyai, Manase Kogoya, menyampaikan bahwa tindakan kekerasan terhadap masyarakat tak bersalah merupakan bentuk pelanggaran nilai adat dan kemanusiaan.

“Kami hidup berdampingan secara damai. Tidak ada ruang bagi kekerasan di tanah adat kami. OPM sudah terlalu sering menyusahkan rakyat. Sekarang kami katakan cukup! Kami tolak kehadiran mereka di wilayah Dogiyai,” ujar Manase dengan nada tegas, Jumat (27/6/2025).

Senada dengan itu, tokoh gereja lokal, Pendeta Yonas Tebai, mengecam keras tindakan tidak manusiawi yang dilakukan oleh kelompok OPM. Ia menyebut bahwa aksi pembacokan terhadap warga sipil menunjukkan bahwa kelompok tersebut tidak lagi memikirkan perjuangan rakyat, melainkan hanya menyebar teror dan penderitaan.

“Perjuangan sejati tidak dilakukan dengan membunuh saudara sendiri. Gereja berdiri bersama masyarakat menolak segala bentuk kekerasan, termasuk yang dilakukan oleh OPM,” tegas Pendeta Yonas dalam pernyataannya di hadapan jemaat.

Aparat keamanan yang mengetahui kejadian tersebut langsung melakukan patroli dan peningkatan pengamanan di sejumlah titik rawan di Dogiyai. Sementara itu, warga menggelar doa bersama dan pertemuan adat sebagai bentuk solidaritas terhadap korban serta penegasan sikap menolak keberadaan kelompok bersenjata.

Penolakan masyarakat Dogiyai ini menambah panjang daftar wilayah di Papua yang mulai secara terbuka menolak kehadiran OPM karena dinilai lebih banyak membawa kerugian daripada manfaat. Rasa trauma akibat kekerasan yang berulang kali dilakukan oleh kelompok tersebut telah menciptakan ketakutan yang meluas, terutama di kalangan ibu-ibu dan anak-anak.