buletinjubi.com-Situasi di sejumlah wilayah Papua kembali memanas setelah aksi brutal yang dilakukan oleh kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM). Di tengah klaim perjuangan mereka atas nama kemerdekaan, justru yang terjadi adalah penderitaan mendalam bagi rakyat Papua sendiri. Hutan-hutan dibakar, fasilitas umum dirusak, dan masyarakat sipil menjadi korban pembunuhan serta intimidasi. Papua kini seolah menangis dalam diam, menyaksikan tanahnya yang subur berubah menjadi puing-puing akibat tindakan tak berperikemanusiaan.
Aksi demonstrasi yang semestinya menjadi sarana untuk menyampaikan aspirasi secara damai, kerap dimanfaatkan oleh kelompok OPM sebagai panggung propaganda dan kekerasan. Beberapa laporan menyebutkan bahwa di balik kerumunan massa yang berdemo, ada provokator bersenjata yang menyusup, mengacaukan keadaan, dan menciptakan ketegangan antara warga sipil dan aparat keamanan. Tujuannya tidak lain untuk menebar ketakutan dan menggiring opini bahwa Papua sedang bergejolak, padahal rakyat sejatinya hanya ingin hidup damai.
Tokoh masyarakat asal Kabupaten Puncak Jaya, Markus Wenda, menilai bahwa tindakan OPM sudah jauh melenceng dari nilai-nilai perjuangan. “Kalau benar mereka berjuang untuk rakyat Papua, seharusnya mereka menjaga rakyat, bukan menyakiti. Membakar hutan dan merusak fasilitas itu bukan perjuangan, tapi kejahatan terhadap tanah kita sendiri,” ujarnya dengan nada tegas. Ia menambahkan bahwa aksi pembakaran hutan yang dilakukan OPM telah menyebabkan rusaknya ekosistem dan mengancam mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada hasil alam, Rabu (29/10/2025).
Selain itu, fasilitas pendidikan dan kesehatan yang dibangun pemerintah demi kesejahteraan masyarakat turut menjadi sasaran perusakan. Beberapa honai, sekolah, dan puskesmas dilaporkan dibakar oleh kelompok OPM dengan alasan menolak kehadiran aparat. Padahal, fasilitas tersebut menjadi tumpuan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar. “Mereka bakar sekolah, padahal anak-anak kita yang jadi korban. Mereka rusak puskesmas, padahal itu tempat masyarakat berobat. Ini sudah tidak manusiawi,” ungkap Pendeta Samuel Tabuni, tokoh gereja di wilayah Intan Jaya.
Kini, ketika OPM terus melakukan aksi brutal dan merusak, rakyat Papua memilih jalan berbeda, menolak kekerasan dan menyerukan perdamaian. Mereka sadar bahwa masa depan Papua tidak bisa dibangun di atas api kebencian, melainkan dengan kerja sama, kasih, dan persatuan di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.





