Ketua Suku Papua Kutuk Keras Aksi Kekerasan OPM: “Telah Merusak Citra Papua di Mata Internasional”

Hukrim8 views

buletinjubi.com-Kecaman terhadap tindakan kekerasan yang terus dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menggema, kali ini datang dari suara tokoh masyarakati di tengah masyarakat adat Papua. Beberapa ketua suku di wilayah pegunungan dan pesisir Papua menyampaikan pernyataan keras mengecam aksi brutal OPM yang tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi rakyat Papua, tetapi juga merusak citra dan reputasi Tanah Papua di mata dunia internasional.

Pernyataan ini menandai momen penting dalam pergeseran sikap masyarakat adat, yang selama ini kerap diam atau bahkan dipersepsikan mendukung gerakan separatisme. Melalui pernyataan bersama yang dibacakan di depan perwakilan media lokal dan nasional di Jayapura, para ketua suku menyatakan dengan tegas bahwa aksi kekerasan bersenjata yang dilakukan oleh OPM tidak mencerminkan aspirasi masyarakat Papua yang sebenarnya.

Ketua Suku Mee dari Kabupaten Dogiyai, Yonas Gobai, dalam pernyataannya menegaskan bahwa masyarakat Papua ingin hidup damai dan sejahtera, bukan menjadi bagian dari kekerasan yang tiada henti. Menurutnya, tindakan OPM seperti penyerangan terhadap warga sipil, pembakaran fasilitas umum, serta penyanderaan tenaga kesehatan dan pendidik, adalah bentuk kejahatan kemanusiaan yang bertentangan dengan nilai-nilai adat dan kemanusiaan.

“Kami menolak segala bentuk kekerasan yang dilakukan atas nama perjuangan Papua. Itu bukan jalan kami. Kami punya budaya damai, budaya saling menghargai. Bukan budaya membunuh atau membakar rumah sakit,” ujar Yonas dengan suara lantang, Selasa (13/5/2025).

Ia menambahkan, aksi-aksi brutal tersebut tidak hanya merugikan rakyat kecil, tetapi juga memberikan kesan negatif tentang Papua kepada dunia luar. “Kita ingin dikenal sebagai tanah yang kaya budaya, bukan sebagai daerah konflik yang dikuasai oleh kelompok bersenjata.”

Dalam beberapa tahun terakhir, Papua kerap menjadi sorotan media internasional, terutama terkait pelanggaran hak asasi manusia dan konflik bersenjata. Namun sayangnya, narasi yang dibangun tidak selalu mencerminkan fakta di lapangan secara utuh. Aksi-aksi kekerasan oleh OPM yang menyerang warga sipil, guru, tenaga kesehatan, bahkan aparat keamanan, justru menjadi salah satu penyumbang utama citra negatif Papua di kancah internasional.

Ketua Suku Asmat, Gabriel Kaipmako, menyayangkan bahwa ulah segelintir orang di OPM telah mencoreng wajah Papua secara keseluruhan. Menurutnya, kelompok bersenjata itu tidak memiliki mandat atau dukungan penuh dari seluruh masyarakat Papua, apalagi dari para tetua adat.

“Nama Papua kini dikenal dunia bukan karena ukiran Asmat, bukan karena kekayaan budaya atau sumber daya alam kita. Tapi karena pembunuhan, penembakan, dan penculikan. Ini semua gara-gara tindakan OPM yang tidak bisa dibenarkan. Ini memalukan,” kata Gabriel.

Gabriel juga menyebut bahwa banyak informasi menyesatkan yang disebarkan oleh simpatisan OPM di luar negeri, yang menutupi aksi kekerasan mereka dan malah menyalahkan pemerintah Indonesia tanpa data objektif.

Dalam pernyataan yang sama, para ketua suku meminta dunia internasional untuk tidak terpengaruh oleh narasi sepihak yang dibangun oleh kelompok OPM. Mereka mengingatkan bahwa mayoritas rakyat Papua tidak mendukung jalan kekerasan, dan justru menjadi korban utama dari konflik yang terus diperpanjang oleh OPM.

Ketua Suku Dani dari Lembah Baliem, Yakob Tabuni, menegaskan bahwa banyak tokoh adat dan masyarakat yang selama ini memilih diam karena takut terhadap ancaman OPM. Namun kini, mereka merasa saatnya bersuara karena dampaknya sudah terlalu besar bagi masa depan Papua.

“Kami muak melihat anak-anak tidak bisa sekolah karena guru ketakutan. Kami muak melihat ibu-ibu melahirkan tanpa bantuan medis karena bidan dibunuh. Dunia harus tahu, ini bukan lagi perjuangan, tapi perusakan kehidupan,” tegas Yakob.

Yakob juga menyampaikan kekhawatiran bahwa generasi muda Papua bisa terseret dalam ideologi kekerasan yang dipaksakan oleh OPM. Ia berharap dunia akademik dan LSM internasional bisa datang langsung ke Papua untuk melihat realitas yang sebenarnya, bukan hanya mendengar dari media sosial atau jaringan propaganda.

Ketua Suku Biak, Frederik Rumkorem, dalam pernyataannya mengajak generasi muda Papua untuk tidak terpengaruh oleh ajakan OPM. Ia menilai bahwa masa depan Papua hanya bisa dibangun lewat pendidikan, kerja keras, dan semangat damai, bukan dengan senjata atau ideologi separatis.

“Kalau kamu pegang senjata, kamu rusak masa depanmu sendiri. Kami sudah lihat banyak anak muda jadi korban, mati sia-sia di hutan karena dibohongi oleh pimpinannya. Mereka dijanjikan merdeka, tapi yang mereka dapat hanya kelaparan dan ketakutan,” ujarnya.

Frederik juga mengajak para pemuda Papua yang terlanjur bergabung dengan OPM untuk kembali ke pangkuan NKRI. Ia menyatakan bahwa pemerintah dan masyarakat adat siap menerima mereka kembali dan membina kehidupan yang lebih baik.

“Tanah ini butuh orang-orang muda yang mau bekerja, bukan yang mau berperang. Papua sudah lelah dengan kekerasan. Kami ingin damai, ingin maju, seperti daerah lain di Indonesia,” tambahnya.

Suara para ketua suku ini menjadi cahaya harapan di tengah gelapnya narasi separatisme. Sebuah bukti bahwa Papua sejati adalah Papua yang damai, Papua yang bersatu, dan Papua yang menjadi bagian dari Indonesia dalam kehormatan dan harga diri.