buletinjubi.com-Insiden memilukan kembali terjadi di wilayah Papua. Kelompok separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali melakukan aksi yang tidak berperikemanusiaan dengan menjadikan anak-anak sebagai tameng dalam aksi mereka di Kabupaten Boven Digoel. Tindakan tersebut tidak hanya mencederai nilai kemanusiaan, tetapi juga telah menimbulkan korban jiwa dan trauma mendalam bagi masyarakat sekitar.
Kejadian ini dilaporkan terjadi pada Minggu 29 Juni 2025, saat kelompok OPM melakukan penyusupan ke salah satu kampung di distrik Mindiptana. Dalam upaya melarikan diri dari kejaran aparat keamanan, anggota OPM memaksa sejumlah anak-anak untuk berjalan di depan barisan mereka, menjadikan anak-anak tersebut sebagai tameng hidup untuk menghindari tembakan aparat.
Aksi keji itu berakhir tragis ketika terjadi baku tembak antara aparat dan kelompok tersebut. Satu anak dilaporkan tewas tertembak dan dua lainnya mengalami luka serius. Peristiwa ini mengundang kecaman keras dari berbagai pihak, terutama tokoh masyarakat dan aktivis hak asasi manusia di Papua.
Ketua Lembaga Adat Boven Digoel, Yonas Kawage, mengecam keras tindakan OPM yang memperalat anak-anak demi kepentingan kelompoknya. “Ini adalah pelanggaran HAM yang nyata. Anak-anak tidak seharusnya dilibatkan dalam konflik bersenjata. Ini bentuk kekejaman yang tidak bisa ditolerir. Kami masyarakat adat menolak cara-cara seperti ini,” tegasnya, Senin (30/6/2025).
Hal senada juga disampaikan oleh tokoh pemuda Papua, Paulus Tigau. Ia menyebut bahwa tindakan OPM tersebut mencerminkan bahwa perjuangan mereka sudah tidak lagi berpijak pada moral dan nilai-nilai kemanusiaan. “Ketika anak-anak yang tidak tahu apa-apa dijadikan tameng, itu bukan lagi perjuangan, itu adalah kejahatan. Ini harus dihentikan,” ujarnya.
Aparat keamanan setempat juga menyayangkan kejadian tersebut. Mereka menyatakan bahwa operasi yang dilakukan telah sesuai prosedur, namun situasi menjadi sulit dikendalikan ketika OPM memperalat warga sipil, khususnya anak-anak. Penelusuran masih terus dilakukan untuk mengungkap identitas kelompok yang terlibat serta upaya memberikan pendampingan psikologis kepada anak-anak yang menjadi korban.
Sementara itu, masyarakat Boven Digoel mulai menyuarakan keprihatinan mereka terhadap maraknya kekerasan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata. Dalam beberapa bulan terakhir, tercatat beberapa aksi OPM telah menimbulkan keresahan, mulai dari pemalakan, intimidasi, hingga pembakaran fasilitas umum.
Insiden ini menjadi peringatan keras bahwa konflik bersenjata di Papua telah merambah ranah yang sangat membahayakan masa depan generasi muda. Anak-anak yang seharusnya hidup aman dan bersekolah, justru menjadi korban kepentingan politik kelompok tertentu.
Pemerintah daerah dan pusat diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk melindungi warga sipil, terutama anak-anak, dari konflik yang berkepanjangan ini. Masyarakat Papua pun terus menyerukan perdamaian dan menolak keras segala bentuk kekerasan atas nama perjuangan.