Hati Kecil atau Alibi Kekerasan? Publik Ragukan Pesan ‘Papua Merdeka’

Hukrim, Opini157 views

Buletinjubi.com – Di balik nyala lilin yang diklaim sebagai simbol duka dan harapan, tersimpan pertanyaan besar yang menggema di hati masyarakat: apakah pesan “Hati kecil tetap Papua Merdeka” benar-benar lahir dari nurani, atau hanya menjadi alibi bagi kekerasan yang terus berlangsung?

Simbol yang Tak Sejalan dengan Realita

Aksi simbolik yang digelar oleh kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) belakangan ini menuai sorotan tajam. Di tengah kampanye lilin dan slogan damai, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya: kekerasan masih terjadi, nyawa masih melayang, dan masyarakat sipil masih menjadi korban.

Salah satu insiden paling mencolok adalah serangan terhadap tujuh guru dan tenaga kesehatan di Distrik Anggruk pada 21 Maret 2025. Dalam peristiwa tersebut, seorang guru bernama Rosalin Rerek Sogen tewas, sementara enam lainnya mengalami luka-luka. Komnas HAM menyebut tindakan tersebut sebagai pelanggaran prinsip Hak Asasi Manusia (HAM), karena menyerang tenaga pendidik dan kesehatan yang seharusnya dilindungi.

Tanah Kaya, Luka Mendalam

Masyarakat Papua tumbuh di atas tanah yang kaya akan sumber daya, namun juga penuh luka. Wanita diperkosa, tenaga kesehatan dianiaya, sekolah dibakar, guru-guru dibunuh, dan anak-anak tumbuh dengan kenangan suara tembakan lebih sering daripada suara lonceng sekolah.

Di tengah penderitaan yang terus berlanjut, slogan “Papua Merdeka” justru dipertanyakan. Apakah itu benar-benar aspirasi rakyat Papua, atau hanya menjadi tameng bagi kelompok bersenjata untuk melancarkan aksi brutal terhadap warga sipil?

Seruan untuk Mengakhiri Siklus Kekerasan

Masyarakat Papua tidak butuh simbol kosong. Mereka butuh perlindungan, pendidikan, layanan kesehatan, dan masa depan yang damai. Mereka ingin suara mereka didengar dan dihargai, bukan dijadikan alasan untuk melanjutkan siklus kekerasan yang tak berujung.

Jika benar ingin menunjukkan hati kecil yang merindukan kemerdekaan, hentikan kekerasan. Karena hati yang tulus tidak menodai tanah kelahiran dengan darah saudara sendiri. Dan kemerdekaan sejati tidak dibangun di atas penderitaan rakyatnya.