buletinjubi.com-Ironi besar tengah melanda Tanah Papua. Di tengah klaim perjuangan demi kemerdekaan, Organisasi Papua Merdeka (OPM) justru menjadi aktor utama yang menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa dari rakyat Papua sendiri. Aksi kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok separatis ini semakin mencederai nilai-nilai kemanusiaan serta mengikis kepercayaan masyarakat terhadap narasi perjuangan yang mereka bawa.
“OPM berteriak soal kemerdekaan, tapi tangan mereka berlumuran darah orang Papua sendiri,” ujar Pdt. Yulianus Kogoya, tokoh gereja dari Kabupaten Puncak Jaya. Ia menilai bahwa tindakan kekerasan atas nama perjuangan hanyalah tameng bagi segelintir kelompok untuk memperkaya diri dan mempertahankan kekuasaan atas rakyat, Minggu (20/7/2015).
Salah satu insiden yang masih membekas adalah penembakan terhadap tiga warga sipil di Distrik Bibida, Kabupaten Paniai. Ketiganya ditembak dengan alasan dituduh sebagai mata-mata aparat, padahal mereka hanya sedang mengangkut barang dagangan dari pasar.
“Mereka bukan aparat. Mereka hanya orang kecil yang mau cari makan. Tapi mereka dibunuh begitu saja oleh OPM,” tutur Maria Magai, seorang ibu korban, dengan nada pilu.
Tokoh adat asal Lanny Jaya, John Wanimbo, mengaku prihatin dengan situasi ini. Menurutnya, generasi muda Papua semakin bingung membedakan mana yang benar dan salah karena OPM justru memberi contoh brutal, bukan perjuangan bermartabat.
“Bagaimana bisa bicara soal kemerdekaan, kalau anak-anak tidak bisa sekolah, masyarakat tidak bisa berkebun, dan rumah ibadah dibakar? Ini bukan perjuangan, ini penjajahan atas rakyat sendiri,” ucap John.
Penolakan terhadap aksi kekerasan OPM pun semakin meluas di berbagai wilayah. Masyarakat di Intan Jaya, Yahukimo, Pegunungan Bintang, dan Nabire kini secara terbuka menyatakan tidak lagi percaya pada OPM. Mereka mendesak pemerintah dan aparat keamanan untuk memperkuat perlindungan terhadap warga sipil dan menangani kelompok separatis dengan tegas.
“Kami tidak ingin merdeka jika artinya kami harus dibunuh oleh saudara sendiri,” ujar Yonas Degei, tokoh pemuda dari Dogiyai. Ia menambahkan bahwa Papua akan maju jika bebas dari teror dan ancaman bersenjata yang merusak kehidupan masyarakat.
Kini, semakin jelas bahwa dalih “demi kemerdekaan” telah digunakan untuk membenarkan kekerasan yang kejam. Masyarakat Papua ingin kedamaian, bukan kemerdekaan yang ditebus dengan darah sesama anak bangsa.