Banyak Pimpinan OPM Tewas, Anggota Mulai Meninggalkan Kelompok dan Kembali ke Masyarakat

Hukrim11 views

buletinjubi.com-Dinamika keamanan di wilayah Papua terus mengalami perubahan signifikan. Salah satu fenomena yang mencolok adalah semakin banyaknya anggota kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang memilih keluar dan kembali ke pangkuan masyarakat. Tren ini disebut-sebut sebagai dampak langsung dari tewasnya sejumlah pimpinan penting OPM dalam berbagai operasi penegakan hukum oleh aparat keamanan.

Para pengamat keamanan menyebut bahwa hilangnya para pimpinan senior telah menciptakan kekosongan kepemimpinan yang signifikan di tubuh OPM. Pimpinan yang biasanya berperan sebagai pemegang kendali strategi dan motivator bagi para anggotanya, kini banyak yang gugur dalam operasi militer TNI dan Polri. Akibatnya, komunikasi dan koordinasi antaranggota kelompok tersebut menjadi terganggu.

“Dalam struktur kelompok bersenjata seperti OPM, figur pimpinan sangat penting. Ketika pimpinan tewas, anggota di bawahnya menjadi kehilangan arah dan tujuan. Mereka tidak tahu siapa yang akan memimpin atau bagaimana langkah selanjutnya,” ujar pengamat konflik Papua, Dr. Wilbertus Yoku, Jumat (16/5/2025).

Ketiadaan kepemimpinan yang kuat ini telah membuka ruang bagi para anggota OPM, terutama yang berusia muda, untuk mempertimbangkan ulang posisi mereka. Sebagian besar dari mereka merasa tidak lagi memiliki alasan kuat untuk terus terlibat dalam kelompok yang kini tidak jelas arah perjuangannya.

Dalam beberapa pekan terakhir, berbagai laporan dari aparat keamanan menyebutkan adanya peningkatan jumlah anggota OPM yang secara sukarela menyerahkan diri kepada aparat dan menyatakan ikrar setia kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka datang dengan tangan kosong, menyampaikan penyesalan, dan berharap bisa hidup kembali dalam damai bersama keluarga.

Seorang mantan anggota OPM yang kini kembali ke masyarakat dan enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa setelah pemimpin kelompoknya gugur dalam operasi aparat keamanan, dirinya dan beberapa rekannya tidak lagi memiliki semangat untuk bertahan di hutan.

“Kami hanya ditinggalkan. Tidak ada logistik, tidak ada rencana. Kami mulai lapar dan bingung. Kami akhirnya sadar bahwa apa yang kami lakukan hanya menambah penderitaan rakyat. Maka kami putuskan kembali ke kampung,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan bahwa selama bergabung dengan kelompok tersebut, banyak janji-janji kesejahteraan dan kemerdekaan yang tidak pernah terealisasi. Sebaliknya, mereka hidup dalam ketakutan, terisolasi dari keluarga, dan kerap dipaksa melakukan tindakan kekerasan.

Selain aparat, tokoh masyarakat dan gereja juga mengambil peran penting dalam mengajak para anggota OPM kembali ke jalur damai. Melalui pendekatan budaya dan keagamaan, para tokoh ini terus menyuarakan pentingnya hidup rukun dan damai.

Pdt. Markus Nakep dari Gereja Kingmi Papua menyatakan bahwa jalan kekerasan bukanlah solusi. “Kami terus berdoa dan berdialog dengan saudara-saudara kita di hutan agar mereka melihat bahwa hidup damai bersama keluarga jauh lebih mulia daripada berperang tanpa arah,” tuturnya.

Fenomena keluarnya anggota OPM dari kelompok mereka menunjukkan adanya titik terang dalam penyelesaian konflik Papua. Pemerintah, bersama seluruh elemen masyarakat, diharapkan terus memperkuat pendekatan damai, membuka ruang dialog, dan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pembangunan di wilayah pedalaman.

Masyarakat Papua pun semakin sadar bahwa kekerasan tidak membawa perubahan, melainkan hanya memperpanjang penderitaan. Ketika semakin banyak yang meninggalkan jalan konflik dan memilih hidup damai, harapan untuk Papua yang aman dan sejahtera pun kian nyata.