Arnos Urwan, anak muda Pegunungan Bintang angkat kopi Papua ke panggung dunia

Daerah, Ekonomi46 views

buletinjubi.com-Berbekal semangat dan kecintaan pada kampung halamannya, Arnos Urwan memilih meninggalkan jalur karier sebagai sarjana ekonomi untuk menekuni kopi. Keputusan itu bukan tanpa alasan. Pemuda asal Distrik Okbab, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan ini ingin mengubah nasib para petani yang selama ini kesulitan memasarkan kopi mereka. Hal itu dikatakan, Arnos Urwan saat ditemui Jubi di Kota Jayapura, Papua pada Rabu (24/9/2025).

Arnos mengatakan, sejak masih kuliah pada 2018, ia sudah menjual kopi green bean kiriman ayahnya di Jayapura dengan harga Rp80 ribu per kilogram. Usaha kecil itu berlanjut hingga tahun 2021, saat kopi Pegunungan Bintang dari Kampung Peneli yang ia bawa bersama komunitas Kopi Indonesia Sentani berhasil masuk nominasi kopi terbaik dalam ajang Jakarta Coffee Week dengan memperoleh skor terbaik 84,33.

“Dari situ saya putuskan untuk fokus mengembangkan kopi asli Papua, khususnya dari Pegunungan Bintang,” kata Arnos.

Arnos bilang ia sempat bekerja di sebuah kafe kopi di Jayapura dan mengikuti pelatihan selama enam bulan, namun Arnos memutuskan kembali ke kampung halamannya dua tahun lalu. Ia mengajak pemuda setempat untuk serius mengelola kebun kopi dengan teknik budidaya dan processing yang benar, mulai dari perawatan tanaman, pemetikan buah ceri, hingga pengolahan biji.

“Sekarang ini aktif menjadi prosesor kopi di Distrik Okbab dengan memasok green bean dari sejumlah kampung seperti kampung Peneli, Sabin, Maksum, Borban, dan Omliom. Lalu Kopi hasil olahan saya itu dipasarkan ke Jayapura, Timika, hingga Malang. Lewat jejaring para pelaku kopi Papua, produknya bahkan pernah dipromosikan di festival kopi internasional di Denmark dan Jepang” ujarnya.

Selain itu, Arnos juga terlibat dalam Farmer Island Class pada Festival Kopi Papua yang diselenggarakan Bank Indonesia atau BI di Jayapura selama 3 hari pada 20-22 September 2025. Program khusus yang mempertemukan petani kopi asli Papua dengan pasar yang lebih luas. Ia pun mengapresiasi serta menyampaikan terima kasih kepada Bank Indonesia yang telah mendorong dirinya untuk berpartisipasi dalam festival tersebut di Jayapura.

“Terimakasih banyak, Bank Indonesia yang telah mendorong saya dan teman-teman untuk kembangkan usaha kopi Papua,” katanya.

Ke depan, Arnos berharap pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang dan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan lebih serius memperhatikan para petani kopi agar produksi dan pemasaran kopi lokal bisa terus berkembang.

Sementara itu, Elieser Sekenyap, pengusaha kopi asal Distrik Kurima, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, menilai kegiatan pameran dan festival kopi atau feskop yang diselenggarakan Bank Indonesia sangat membantu petani dalam memperkenalkan kopi Papua ke pasar yang lebih luas.

“Bank Indonesia selenggarakan Poskop ini sangat luar biasa. Semakin kami diundang, semakin kopi Papua, khususnya dari Yahukimo, semakin dikenal. Saya sangat bersyukur karena dengan ini kopi kami makin terkenal,” ujar Elieser saat ditemui Jubi di Entrop, Kota Jayapura pada Kamis (25/9/2025).

Meski begitu, Elieser mengakui masih ada sejumlah kendala yang dihadapi petani kopi di daerahnya, terutama kurangnya pendampingan. Ia berharap pemerintah maupun Bank Indonesia bisa memberikan perhatian lebih.

“Kendalanya itu, usaha kopi harus ada pendampingan. Termasuk bantuan rumah dom, supaya dalam proses kopi kwalitasnya semakin baik. Harapan kami, pemerintah dan Bank Indonesia bisa mendampingi petani, supaya kopi Papua bisa dikenal bukan hanya di Indonesia tetapi juga sampai ke luar negeri,” katanya.

Elieser mengelola satu hektare kebun kopi bersama keluarga di Kurima. Ia mengatakan selama mengikuti festival kopi yang digelar Bank Indonesia, minat pembeli terhadap kopi Papua cukup tinggi.

“Selama tiga hari ini pembeli luar biasa banyak. Kami sangat bersyukur, semakin banyak pembeli maka kopi Papua semakin dikenal. Dari kemarin sampai sekarang saya sudah menjual sekitar 10 kilogram kopi,” katanya.

Menurut Elieser, saat ini petani kopi di Yahukimo masih kesulitan karena terbatasnya fasilitas pengolahan pascapanen. “Kendala kami itu mesin huler, mesin pulver, itu yang belum ada. Kami sangat butuh dukungan dari pemerintah untuk mesin dan sarana pendukung lainnya,” ujarnya.