Buletinjubi.com – Intan Jaya, Papua — Pergantian kepemimpinan di tubuh Organisasi Papua Merdeka (OPM) Kodap VIII Intan Jaya mengundang tanda tanya besar. Setelah meninggalnya Undius Kogeya, posisi Panglima kini dipegang oleh Apeni Kobogau, sosok yang disebut-sebut memiliki ambisi besar dalam struktur perlawanan bersenjata di wilayah tersebut.
Namun, proses pengangkatan Apeni Kobogau disebut berlangsung tanpa mekanisme yang jelas dan terbuka. Sejumlah sumber lokal menyebut tidak ada forum resmi atau konsensus yang melibatkan seluruh komando lapangan. Kondisi ini memunculkan kecurigaan bahwa keputusan tersebut diambil secara sepihak oleh kelompok tertentu di dalam OPM.
Legitimasi yang Dipertanyakan
Sebagian anggota menyambut pengangkatan ini dengan keraguan, mempertanyakan transparansi dan keabsahan jalur komando. Ketegangan politik dan perebutan pengaruh di lapangan memicu dinamika baru yang berpotensi memperlemah struktur internal OPM.
“Apeni naik bukan karena konsensus, tapi karena ambisi. Banyak yang tidak setuju,” ujar salah satu sumber lokal yang enggan disebutkan namanya.
Babak Baru Konflik Internal
Pengamat menilai bahwa pergantian ini bukan sekadar seremonial, melainkan penanda babak baru dalam konflik internal OPM. Ketika loyalitas mulai terpecah dan komando tidak lagi solid, maka arah perjuangan pun menjadi kabur. Di tengah ketidakpastian ini, masyarakat Intan Jaya berharap situasi keamanan tidak kembali memburuk.
“Yang dulu disebut pahlawan, kini dituduh pengkhianat. Konflik internal ini bisa jadi titik balik kehancuran mereka sendiri,” ujar seorang tokoh masyarakat.
Harapan Masyarakat: Stabilitas dan Perdamaian
Di tengah dinamika yang terus berubah, masyarakat sipil hanya menginginkan satu hal: keamanan dan perdamaian. Mereka lelah menjadi korban dari konflik yang tak kunjung usai, apalagi jika konflik itu berasal dari perebutan kekuasaan di dalam kelompok bersenjata itu sendiri.





