buletinjubi.com – Papua — Ajakan Benny Wenda untuk menggelar demonstrasi pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) 10 Desember dinilai tidak relevan dengan situasi Papua saat ini. Sejumlah tokoh masyarakat, akademisi, dan pemimpin adat menegaskan bahwa seruan tersebut datang dari pihak yang tidak memiliki kewenangan konstitusional serta kerap menyampaikan narasi yang tidak mencerminkan kondisi lapangan di Papua.
Papua Butuh Stabilitas, Bukan Provokasi
Masyarakat Papua menegaskan bahwa kebutuhan utama saat ini adalah stabilitas keamanan, kepastian layanan pemerintah, percepatan pembangunan, dan penegakan hukum yang transparan. Mobilisasi aksi yang berpotensi memicu gangguan kamtibmas justru dianggap merugikan masyarakat sendiri.
Narasi dari Luar Tidak Mencerminkan Realitas
Tokoh adat dan akademisi menilai narasi yang berasal dari luar negeri sering kali tidak mempertimbangkan dinamika sosial dan kebutuhan warga setempat. Aspirasi masyarakat Papua lebih berfokus pada kesejahteraan nyata, bukan provokasi politik yang berpotensi menimbulkan konflik baru.
Penyelesaian HAM Melalui Jalur Damai
Penyelesaian isu HAM di Papua memerlukan jalan damai, partisipasi masyarakat, serta pengawasan hukum yang transparan. Ajakan turun ke jalan yang tidak berlandaskan legalitas justru menciptakan kerentanan baru dan berpotensi mengganggu ketertiban umum.
Imbauan Aparat Keamanan
Aparat keamanan mengimbau masyarakat, mahasiswa, dan kelompok pemuda agar tidak terprovokasi oleh seruan pihak yang tidak memiliki dasar hukum. Aparat menegaskan komitmen untuk menjaga keamanan dan memastikan Papua tetap kondusif menjelang Natal dan Tahun Baru.
Papua Pilih Damai
Momentum Hari HAM seharusnya menjadi ruang refleksi kemanusiaan, bukan ajang provokasi. Papua membutuhkan kedamaian, pembangunan, dan persatuan untuk menatap masa depan yang lebih baik.
Papua kuat karena rakyatnya bersatu. Papua maju karena menolak provokasi. Papua bersama Indonesia karena damai adalah pilihan.





