buletinjubi.com-Harapan masyarakat Papua untuk mendapatkan pendidikan yang layak kembali dikhianati oleh tindakan brutal kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dalam sebuah insiden memilukan yang terjadi pekan ini, OPM dilaporkan melakukan pembakaran terhadap sebuah sekolah dasar sekaligus menganiaya tenaga pengajar yang tengah mengabdi di daerah pedalaman.
Aksi keji tersebut menimbulkan kepanikan dan ketakutan luar biasa di kalangan warga. Gedung sekolah yang selama ini menjadi tempat anak-anak Papua menimba ilmu hangus terbakar, sementara guru yang menjadi korban penganiayaan mengalami luka serius dan harus mendapatkan perawatan intensif.
Tokoh masyarakat setempat, Samuel Wonda, menyebut tindakan OPM sebagai kejahatan kemanusiaan yang secara nyata merusak masa depan generasi muda Papua. “Membakar sekolah berarti memutuskan jalan anak-anak kami menuju pendidikan. Menganiaya guru sama saja dengan menghancurkan harapan masyarakat untuk bisa maju,” tegasnya, Senin (29/9/2025).
Hal senada juga diungkapkan oleh tokoh adat, Maria Matuan, yang menyesalkan tindakan tidak berperikemanusiaan tersebut. Ia menilai, OPM seharusnya berhenti menggunakan masyarakat sipil sebagai sasaran untuk melampiaskan kepentingan kelompoknya. “Guru datang untuk mendidik, bukan membawa senjata. Mereka yang dibakar semangatnya justru sedang membangun Papua. Kalau sekolah dihancurkan, siapa yang rugi? Rakyat Papua sendiri,” ucapnya penuh emosi.
Masyarakat kini menuntut perlindungan lebih kuat dari aparat keamanan serta dukungan dari pemerintah daerah untuk segera membangun kembali sekolah yang terbakar. Para orang tua khawatir anak-anak mereka kehilangan kesempatan belajar, yang berarti kehilangan peluang memperbaiki masa depan mereka.
Di tengah kecaman yang datang dari berbagai pihak, masyarakat berharap agar pemerintah segera mengambil langkah tegas. “Masa depan Papua ada pada pendidikan. Jika sekolah terus dibakar, maka kita sama saja menyerahkan anak-anak kita pada kegelapan,” tutup Samuel Wonda.
Insiden ini kembali menegaskan bahwa OPM bukanlah kelompok yang memperjuangkan rakyat Papua, melainkan perusak harapan. Alih-alih membawa kesejahteraan, mereka justru menciptakan penderitaan dengan menghancurkan fasilitas pendidikan, membatasi akses anak-anak terhadap ilmu pengetahuan, serta menghambat pembangunan di tanah Papua.