Masyarakat Adat Sorong Selatan Tingkatkan Kapasitas Konservasi

Daerah, Ragam98 views

buletinjubi.com-Konservasi Indonesia bersama para akademisi dari Universitas Papua (UNIPA) dan komunitas lokal pemantauan burung (birdwatching) menginisiasi program peningkatan kapasitas masyarakat adat di Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya. Program ini diberikan kepada empat sub-suku Gemna, Afsya, Nakna, serta Yaben yang tengah menanti pengesahan Surat Keputusan (SK) Hutan Adat.

Verifikasi objek dan subjek terhadap wilayah hutan adat Distrik Konda telah dilakukan pada Oktober 2024. Peningkatan kapasitas masyarakat terhadap keanekaragaman hayati ini bertujuan agar masyarakat dapat memahami dan mengelola kekayaan alamnya.

South Sorong Field Coordinator Konservasi Indonesia, Raimer Helweldery, mengatakan pelatihan yang berlangsung pada 6-8 Februari ini memberikan pemahaman mendalam kepada masyarakat adat mengenai pentingnya metode pengambilan data dan pemantauan keanekaragaman hayati di lapangan. Pelatihan ini juga akan meningkatkan keterampilan teknis masyarakat dalam menggunakan alat-alat pendukung untuk memantau burung, kupu-kupu, dan hewan melata.

“Kegiatan ini merupakan langkah awal dalam menciptakan generasi muda Distrik Konda yang memiliki keahlian dalam bidang konservasi,” ujar Raimer, dalam siaran pers, dikutip Selasa (11/2).

Pembekalan kapasitas mencakup pengetahuan dasar mengenai keanekaragaman hayati, survei, dan monitoring dari data-data yang diambil mengenai jenis spesies yang ada di hutan, dan lain-lain.

Selama kegiatan ini, fasilitator ahli dari Konservasi Indonesia, UNIPA, dan komunitas pemantau burung menerapkan pendekatan partisipatif. Mereka melakukan praktik langsung di lapangan, diskusi kelompok, serta sikmulasi pengambilan data dengan Global Positioning System (GPS) dan camera trap atau kamera yang dilengkapi sensor gerak infra merah.

Penggunaan metode dan pendampingan terhadap masyarakat adat ini bertujuan untuk mengembangkan kapasitas mereka agar mampu mengelola hutan secara mandiri setelah pengesahan SK. “Generasi muda yang mengikuti pelatihan ini diharapkan menjadi motor penggerak sebagai tim patroli dan monitoring dalam perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan hutan adat mereka, kata Raimer.

Dengan semakin meningkatnya kapasitas masyarakat adat dalam pengelolaan kawasan hutan, Distrik Konda bisa berpotensi menjadi contoh sukses dalam pelestarian lingkungan berbasis masyarakat.

Dosen Program Studi Biologi UNIPA, Keliopas Krey, yang menjadi fasilitator pada survei herpetofauna atau pengidentifikasian dan pendeskripsian jenis amfibi dan reptil, menilai antusiasme peserta dalam pelatihan ini sangat tinggi. Mereka tidak hanya aktif dalam kegiatan pengamatan dan identifikasi spesies, tetapi juga turut serta dalam pencatatan data dengan metode sederhana. Hal ini menunjukkan kesadaran dan semangat masyarakat adat dalam menjaga hutan semakin meningkat.

“Saya melihat tidak ada tantangan dalam keterlibatan masyarakat. Program ini sangat penting karena bertujuan mempersiapkan generasi muda adat agar peduli terhadap lingkungan dan kekayaan hutan adat mereka. Kegiatan ini juga berpengaruh besar dalam membentuk cara berpikir serta mengambil keputusan yang mendukung penyelamatan hutan-hutan di Sorong Selatan,” tutur Keliopas.

Hal senada disampaikan Dominggus, fasilitator dari komunitas pemantauan burung. Ia menilai masyarakat adat perlu memahami ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Sebab, hutan ini merupakan sumber kehidupan yang menopang keseharian mereka melalui aktivitas berburu dan meramu.

Salah satu aspek penting dalam pelestarian hutan adalah perlindungan terhadap burung endemik Papua yang menjadi simbol kekayaan alam kawasan ini. “Melalui pengamatan langsung di lapangan, peserta pelatihan mengenal lebih dekat berbagai jenis burung yang dilindungi, seperti Cendrawasih merah kecil, Merpati hutan, Nuri hitam, Nuri bayan, Nuri pelangi, dan Kumkum,” ujarnya.

Burung-burung ini tidak hanya bagian dari identitas budaya Papua, tetapi juga perlu dilindungi oleh masyarakat sendiri. Zakarias Gemnafle, Pengurus tokoh masyarakat adat dari sub-suku Gemna, Afsya, Nakna, dan Yaben di Distrik Konda, menuturkan para pemuda adat antusias mendapatkan pendampingan pengenalan praktik lapangan keanekaragaman hayati. Pelatihan ini bukan hanya pengalaman baru, tetapi juga langkah penting dalam mempersiapkan diri untuk menjaga hutan adat secara mandiri.

“Kegiatan ini sangat berharga karena kami belum pernah mendapatkan pengalaman seperti ini. Semua informasi yang kami dapatkan akan menjadi bekal bagi kami untuk terus maju sebagai pemuda dan masyarakat adat di Distrik Konda,” kata Zakarias.