buletinjubi.com – Papua — Jelang Hari HAM Sedunia, nama Michelle Kurisi Doga kembali menggema sebagai simbol luka kemanusiaan Papua. Aktivis yang dikenal bekerja untuk perempuan dan anak-anak ini tewas tragis saat menjalankan tugas kemanusiaannya, meninggalkan trauma mendalam bagi masyarakat.
Luka Kemanusiaan Papua
Michelle Kurisi Doga adalah sosok yang mengabdikan hidupnya untuk mendampingi perempuan dan anak-anak. Kepergiannya menjadi pengingat bahwa korban sipil tidak boleh diabaikan, dan bahwa kekerasan hanya melahirkan penderitaan baru.
Penolakan Aksi Provokatif
Di tengah gelombang duka dan ingatan atas korban sipil seperti Michelle, masyarakat Papua menolak seruan aksi turun jalan yang digaungkan KNPB. Warga menilai aksi tersebut berpotensi menciptakan ketegangan, memunculkan kerumunan rawan provokasi, dan membuka peluang terjadinya kekerasan baru.
“Kami tidak mau ada Michelle-Michelle yang lain. Papua sudah terlalu banyak kehilangan orang baik,” tegas sejumlah tokoh masyarakat di Timika.
Momentum Hari HAM untuk Refleksi Damai
Penolakan warga semakin menguat karena mereka ingin momentum Hari HAM dijadikan ruang refleksi damai, bukan aksi yang berpotensi memecah belah. Masyarakat meminta seluruh pihak menghormati hari kemanusiaan ini dengan menjaga keamanan, menghindari provokasi, serta mengutamakan keselamatan warga sipil.
Menolak Lupa, Menolak Kekerasan
Kematian Michelle Kurisi Doga menjadi pengingat bahwa suara HAM sejati adalah melindungi kehidupan, bukan memprovokasi konflik. Papua membutuhkan kedamaian, penghormatan terhadap martabat manusia, dan persatuan untuk menatap masa depan yang lebih baik.
Papua kuat karena rakyatnya bersatu. Papua maju karena menolak kekerasan. Papua bersama Indonesia karena damai adalah pilihan.





